Langsung ke konten utama

SETAN PANTAI

Tersesat di Jalur Pantai Selatan

Kami hanya bisa terdiam di warung itu dan mendengarkan suara keramaian tanpa wujud di sekitar kami.. 

Selamat malam, ijin share sebuah cerita yang baru aja diceritain sama teman saya yang baru aja liburan dari Yogyakarta. Jujur, pas denger cerita ini saya langsung merinding. 

Sebelumnya saya infokan cerita ini tidak bertujuan untuk menjatuhkan pihak manapun dan murni pengalaman dari teman saya sendiri.


Selamat membaca 

Sebut saja namanya Luki, Fajar, dan Dani. Beberapa hari lalu mereka memanfaatkan tanggal merah dan hari kejepit untuk ambil cuti dan pergi berlibur di ke kota Jogja. 

Sesuai harapan mereka, kota Jogja tak pernah gagal membuat mereka melupakan penat selama bekerja dan sejenak melupakan semua beban di pikiran mereka.

Angkringan kopi jos, malioboro, dan beberapa café estetik menjadi tujuan wajib mereka selama berada di sana. 

Alunan musik dari pengamen yang merdu hingga mulai menjengkelkan karena tak henti-hentinya berdatangan setiap lima menit sekali menjadi oleh-oleh cerita yang cukup unik soal jogja. Namun apa yang menjadi ini cerita ini, bukan terjadi di sana. 

Melainkan dari tujuan mereka berikutnya di salah satu pantai di wilayah Gunungkidul.

Ketika itu mereka berangkat saat selesai makan siang di salah satu rumah makan di jogja. 

Memang ada beberapa tempat yang mereka sambangi setelahnya, tapi menurut perhitungan mereka seharusnya mereka sampai di pantai yang mereka tuju saat sore hari sehingga masih cukup waktu untuk mengejar sunset. 

Setelahnya mereka berniat menginap di rumah eyangnya Fajar yang berharak tidak sampai satu jam dari pantai itu.

Waktu itu Luki yang kebagian nyetir untuk kesana. Dengan bermodalkan google maps dan arahan dari situs-situs rekomendasi wisata, mereka menuju ke lokasi. 

Tapi sampai di wilayah Gunung kidul dan mulai masuk ke jalur pantai sinyal mulai ada gangguan. Nggak tahu gimana ceritanya, mereka pun masuk ke jalan-jalan yang menurut mereka nggak wajar. 

Yang membuat mereka khawatir, kontur jalanan cukup curam naik dan turun dengan jalur aspal yang kecil. Terlebih tanpa sadar hari sudah hampir maghrib, dan jarang terlihat rumah-rumah warga.


“Gimana, lanjut nggak nih?” Tanya Luki yang mulai ragu. 

“Itu lautnya udah keliatan, paling nggak liat laut dulu deh baru balik,” Kata Fajar.

Anak-anak pun setuju dan melanjutkan perjalanan.

Langitpun mulai gelap, hanya cahaya dari lampu mobil yang menerangi jalanan yang mereka lalui. 

Di sekitar mereka hanya hutan-hutan bukit kecil dan terkadang terdapat kebun-kebun milik warga. Yang mereka ingat, waktu itu bulan purnama benar benar terlihat bulat dan terang. Cahayanya sedikit membantu penglihatan mereka.


“Luk.. itu apaan Luk?” 

Fajar yang duduk di samping Luki tiba-tiba sadar dengan pemandangan aneh yang tak jauh ada di depanya. “ Anak kecil?”


Luki dan Dani memperhatikan apa yang ditunjukkan oleh Fajar. Dan benar, beberapa ratus meter di depan mereka ada anak kecil yang berdiri di sudut tikungan. 

“Ngapain anak kecil sendirian malem-malem gini? Nggak pake baju lagi..” Bales Luki.


Cukup aneh, tapi mereka masih menganggap anak itu adalah warga lokal dan berniat melewatinya begitu saja. 

Tapi sewaktu mobil mereka mendekat, tiba-tiba anak kecil itu menari-nari tanpa sebab. Anak itu ketawa-tawa menertawakan sesuatu yang tidak jelas. Saat itu seketika mereka bertiga pun merinding. 

Luki tidak ingin mencari tahu apa pun tentang anak itu dan ingin melewatinya begitu saja. Tapi saat mobil itu melintas wajah Dani tiba-tiba pucat.


“Luk.. Mukanya luk! Muka anak kecilnya rusak sebelah! Item berdarah-darah!” 

Dani melihat dengan jelas wajah anak kecil itu dari jendela penumpang saat mobil mereka melintasinya. Mendengar itu sudah jelas Luki dan Fajar ikut merinding. Tapi mereka tidak menjawab sepatah katapun.


“Luk! Serius gua Luk!” ucap Dani. 

Dani mencoba menepuk Luki dan Fajar, tapi mereka malah diam saja dan fokus pada jalan di depannya.

“Udah diem dulu, Dan! Pliss!” ucap Fajar.

“Tapi…”

“Udah diem, itu bocah ngejar kita di belakang!” Teriak Luki memotong ucapan Dani. 

Dani pun menoleh, dan benar sosok anak kecil itu berlari dengan cepat mengikuti mobil yang mereka naiki. Luki berusaha untuk fokus namun mempercepat laju mobilnya. Berbagai macam doa mereka baca di dalam batin sampai akhirnya sosok itu tidak terlihat lagi. 

Hanya selang beberapa menit setelah itu mereka pun tiba di salah satu pantai.

Ada plang nama pantai itu di sana yang hanya ditulis di papan kayu. Nama pantai itu beda dengan yang mereka tuju. 

Sekilas pentai itu terlihat cukup kecil dengan tebing-tebing besar yang berbatasan dengan laut secara langsung. Awalnya mereka cemas, namu saat mereka melihat ada juga beberapa kios-kios warung yang sudah tutup. 

Mereka menganggap pantai itu juga pantai komersil yang seharusnya aman untuk didatangi.


“Sebentar aja ya jangan lama-lama, udah nggak enak nih feeling gua.” Kata Luki yang selesai memarkirkan mobilnya. 

“Iya, karna udah terlanjur aja ini. Lagian apaan sih tadi, kalo sendirian udah pingsan kali gua,” balas Dani.


“Dah, jangan dibahas.. jalan dulu aja,” Tambah Fajar.


Ada beberapa orang yang masih berada di pantai walau tanpa penerangan. 

Tapi yang mereka bingung, di parkiran hanya ada mobil mereka. Lantas dimana pengunjung-pengunjung itu parkir?

Ada salah satu warung yang masih buka, Mereka cukup senang saat itu. Setidaknya mereka bisa menikmati segelas kopi dulu sebelum kembali. 

Terlebih mereka juga ingin menanyakan apa mungkin ada jalur lain selain yang mereka lewati tadi?

“Bu, kopi hitamnya tiga,” ucap luki pada seorang ibu yang terduduk diam di warung itu seorang diri.

Mereka bertiga pun mengambil posisi duduk yang nyaman sembari menyalakan rokok. 

Ibu itu tidak menyahut, namun ia segera membuatkan kopi untuk mereka bertiga.

Dani yang masih trauma dengan kejadian anak kecil tadi pun memperhatikan ibu itu. Ia curiga karena hanya warung inilah satu-satunya yang masih buka di pantai ini. 

Namun saat tidak menemukan hal aneh pada ibu itu Dani pun tenang.

“Biasa buka sampai malam bu? Warung lain sudah pada tutup?” tanya Dani.

“Iyo, le.. takut masih ada orang yang dateng,” jawabnya.

Mendapat jawaban itu Dani pun tenang dan yakin bahwa ibu itu adalah manusia. 

Tapi saat ibu itu mengatar kopi, barulah mereka merasa ada yang sedikit aneh.

Ibu itu membuatkan lima gelas kopi. Tiganya diantarkan ke mereka, dan dua gelas lainya diletakkan di meja yang berada di belakang Fajar dan Luki. 

Tidak ada seorangpun di sana, tapi mereka mengambil kesimpulan bahwa Ibu itu membuatkan kopi itu untuk orang lain yang sudah memesan lebih dulu.

Ibu itu pun kembali duduk di sisi dalam warungnya dan melamun lagi. 

Perbincangan-perbincangan singkat terjadi diantara mereka bertiga sembari menikmati kopi dan beberapa batang rokok. Setidaknya obrolan mereka bisa sedikit menenangkan pikiran mereka.


Srekkk… Srekkk… Srekkk.. 

Obrolan mereka terpotong dengan suara langkah kaki yang diseret dengan berat.


Srekkk… Srek…


Saat itu juga mereka bertiga kembali merasa merinding serasa hawa dingin menusuk tubuh mereka.


“Ben bocah-bocah iki ning kene sek..” (Biar anak-anak ini di sini dulu..) 

Tiba-tiba ibu penjual warung itu bicara seorang diri. Mereka bertiga pun menoleh, tapi tak satupun dari mereka yang berani bertanya. Sekali lagi wajah Dani pucat, ia memberi isyarat pada Fajar dan Luki untuk menoleh ke belakang. 

Dua gelas kopi yang diletakkan di meja di belakang mereka berdua, airnya sudah berkurang setengah. Mereka yakin sebelumnya gelas itu penuh, dan tidak ada orang lain selain mereka berempat di warung itu. 

Fajar memberi isyarat pada Luki untuk segera pergi meninggalkan tempat itu dan pulang.


“Sudah , Bu. Jadi berapa?” Tanya Fajar.


“Nanti dulu, Le. sudah terlambat kalau mau pergi. Kalian di sini dulu, jangan kemana-mana..” Balas ibu itu.


“Ma—maksud ibu?” 

Jelas Fajar tahu kata-kata ibu itu memiliki maksud tersembunyi.


“Sudah, nurut saja..”


Luki dan Dani juga mendengar perbincangan itu. Ia pun menyambut Fajar dengan wajah bingung. 

Dan hanya beberapa saat setelah Fajar duduk, tiba-tiba mereka mendengar suara alunan gamelan dan keramaian orang-orang dari kejauhan. Suara itu sayup-sayup terdengar seperti tertiup angin.


“Denger nggak?” Tanya Luki memastikan.

“De—denger..” balas Dani. 

Mereka mencoba menebak, nebak apa hal ini yang dimaksud oleh ibu penjaga warung itu. Dani pun menoleh ke arah ibu penjaga warung itu, dan wajah dani semakin pucat saat melihat wajah ibu penjaga warung itu tersenyum dengan mata melotot memandangi mereka bertiga. 

Menyadari reaksi Dani, Fajar dan Luki pun ikut menoleh. Saat mendapati pemandangan yang sama mereka bertiga pun hanya bisa merunduk tanpa berani menoleh ke arah ibu itu lagi.

Pikiran mereka berkecamuk, suara-suara tidak wajar mulai terdengar di sekitar mereka. 

Ada sura langkah kaki, suara benda di seret, suara tawa cekikikan terdengar di sekitar mereka. Sayangnya di luar warung hanya kegelapan malam yang sedikit diterangi cahaya bulan. Saat itu mereka hanya berkali-kali menyalakan rokok sambil sambil menahan rasa takut. 

Entah sudah berapa batang rokok mereka habiskan dalam diam, mereka tidak berani berbicara banyak setiap menyadari ibu penjaga warung itu terus menatap mereka dengan senyuman dan tatapan mengerikan itu. 

Sampai tiba-tiba suara alunan musik dan suara keramaian mulai berangsur-angsur menghilang.

“Uwis Le, kalau mau pergi bisa sekarang…”

Tiba-tiba ibu penjaga warung itu kembali berbicara. Mereka bertiga pun saling bertatapan dan bergegas meniggalkan kursinya. 

“Be—berapa, Bu?” Tanya Fajar.

“Kopi tiga, lima belas ribu..”


“I—ini,” Fajar menyerahkan selembar uang dua puluh ribuan dengan tangan gemetar. Ibu itu menerimanya dan menyerahkan kembalian lima ribu rupiah.

Dani menyadari bahwa raut wajah ibu itu sudah tidak semenyeramkan tadi. 

Ia pun memberanikan diri bertanya.

“Bu, apa ada jalur lain untuk ke jalan besar selain lewat jalur tadi?” Tanya Dani.

Ibu itu menunjuk ke arah berlawanan dari arah kami datang.

“Lewat situ, ada gapura besar. Dari situ paling sepuluh menit sudah ketemu desa. 

Jangan lewat jalur tadi, warga sini saja sudah jarang ada yang mau lewat sana malam-malam,” Jawabnya.

Benar-benar berbeda. Ekspresi ibu penjaga warung itu saat ini seperti ibu-ibu biasa, tidak semengerikan sebelumnya.

“Ba—baik, Bu. Terima kasih..” Balas Dani. 

“Cepetan Yo, Le! Semoga kalian selamet,” ucapnya.

Mereka bertiga merasa aneh dengan kalimat terakhir dari ibu itu. Namun tidak ada waktu untuk berpikir. Mereka memutuskan untuk bergegas menaiki mobil dan meninggalkan pantai itu sesuai arahan ibu penjaga warung. 

Sepi.. benar-benar sepi. Mereka kebingungan, dimana pengunjung-pengunjung pantai yang sebelumnya ada di sana. Parkiran pun kosong dan tidak ada siapapun di sana. Sampai mereka melihat sesorang duduk di salah satu warung yang meja dan kursinya terlihat dari jauh. 

Tapi mereka salah. Saat semakin dekat, terlihat jelas yang duduk ternyata sosok perempuan berambut panjang yang menutupi seluruh wajahnya dengan rambut. Ia hanya menunduk tanpa bergerak sedikitpun. Sontak rasa takut semakin menghantui mereka. 

Tak jauh di depan mereka lagi Fajar berusaha membuang muka dari sosok yang memperhatikan mereka dari salah satu warung di sudut pantai.

Pocong…

Fajar melihat pocong itu menggoyangkan tubuhnya ke kiri dan kekanan dengan kepala yang berlahan menoleh mengikuti arah mereka. 

Beruntung Dani menyadari keberadaan sosok itu saat mobil semakin mejauh. Tapi wajah Fajar yang terlihat paling pucat.

Saat itu ia mengumpulkan keberanianya sambil membaca-baca ayat kursi di mulutnya. Ia menyetir dengan hati-hati tanpa bercerita apapun pada Dan dan Fajar. 

Barulah saat mereka sampai di desa yang diceritakan oleh penjaga warung itu, barulah Luki berni bercerita.


“Kapok! Kapok gua!! Ucap luki..”


“Gila, bisa nyasar sampe segininya.. lu liat kan yang di warung-warung tadi?” Ucap Fajar. 

“Pocong kan? sama mbak-mbak? Apaan itu coba?!” Balas Dani.


“Nggak, yang aku lihat nggak cuman itu…” Ucap Luki dengan wajah yang masih pucat.


Dani dan Fajar yang penasaran memperhatikan apa yang akan diceritakan oleh Luki. 

“Tadi, dari spion aku ngeliat di belakang kita ada setan kayak kuntilanak melayang layang megangin mobil kita. nggak cuman itu, di belakangnya kayak ada kakek-kakek, orang pake baju jawa, perempuan semuanya mukanya rusak ngeliatin kita. Kapok Gua!” Teriak Luki. 

Mendengar cerita Luki dan Fajar kembali gemetar. Mereka pun menyetel musik keras-keras dan memutuskan untuk tidak membicarakan kejadian tadi sampai mereka tiba di rumah Eyangnya Fajar. Saat itu mereka baru sadar, waktu sudah menujukkan pukul satu pagi. 

Entah bagaimana mereka bisa menghabiskan waktu selama itu.

Beruntung tidak ada kendala di perjalanan pulang mereka. Eyang dan kerabat Fajar sudah cemas saat mereka tidak sampai di waktu yang mereka janjikan. Terlebih mereka sampai dengan wajah yang lemas dan pucat. 

Beberapa gelas teh hangan disajikan untuk mereka. Setelah menghabiskan beberapa teguk dan sedikit berbincang, mereka pun cukup tenang dan memutuskan untuk menceritakan tentang apa yang terjadi di pantai. 

Mereka menduga bahwa Eyang Fajar dan Buleknya menceritakan bahwa pantai itu memang keramat dan memang sering terjadi kejadian aneh. Tapi ternyata tidak, menurut mereka pantai itu memang pantai komersil dan hampir tidak pernah terdengar hal-hal aneh. 

Bahkan kalau weekend di siang hari, pantai itu selalu ramai pengunjung.

“Mungkin kalian aja lagi apes..” ucap Eyang Fajar Santai.

“Apesnya begini banget, Eyang..” sahut fajar.

Cerita mereka di pantai itu pun esoknya menjadi candaan diantara kerabat fajar di sana. 

Mereka sadar bahwa candaan itu bermaksud agar mereka tidak terlalu khawatir. Setelah puas di sana dan membeli oleh-oleh di jogja, mereka pun kembali ke rumah. Beruntung semua kembali dengan selamat. 

Hanya Dani yang merasa tidak enak badan yang mungkin disebabkan oleh angin pantai atau rasa lelah. Mereka berharap semoga kejadian malam itu hanya menjadi pengalaman saja dan tertinggal di sana.


-Selesai- 

Postingan populer dari blog ini

Misteri Suara Tanpa Wujud

Malam itu pekat tak berbintang, hujan sejak sore sudah mulai sedikit reda, menyisakan gerimis halus ... membawa kesejukan. Namun, membuat sekujur tubuh merinding juga. Bagaimana tidak, aku hanya sendirian di rumah kala itu. Ayah dan ibu sedang ke luar kota menjenguk kakak yang habis lahiran. Kebetulan aku tak ikut, karena sering mabuk darat juga karena perjalanan ke rumah saudariku itu terbilang cukup memakan waktu lama. Bisa pegal pinggangku kelamaan duduk dalam mobil. Malam itu, lepas makan semangkuk indomie kaldu dicampur cabe lima biji plus perasan jeruk nipis sebelah, cukup membuat badan sedikit hangat. Makanan penggugah selera itu selalu menjadi makanan pengusir dingin kala malam tiba dengan segudang hawa dingin yang mencekam. Musim hujan selalu membawa berkah bagi Mpok Iin, penjual indomie langgananku di sudut jalan depan. Stok jualannya selalu laris olehku, pecinta mie kaldu. Setelah habis melahap semangkuk makanan andalan, segera bergegas ke ruang belakang rumah. Dapur maksudn...

Privacy Policy

  Narastudio built the app as a Free app. This SERVICE is provided by Narastudio at no cost and is intended for use as is. This page is used to inform visitors regarding our policies with the collection, use, and disclosure of Personal Information if anyone decided to use our Service. If you choose to use our Service, then you agree to the collection and use of information in relation to this policy. The Personal Information that we collect is used for providing and improving the Service. We will not use or share your information with anyone except as described in this Privacy Policy. Information Collection and Use For a better experience, while using our Service, I may require you to provide us with certain personally identifiable information. The information that I request will be retained on your device and is not collected by me in any way. The app does use third party services that may collect information used to identify you. Link to privacy policy of third party service prov...

Lexi Terkencing-kencing

Beberapa hari setelah mendengar melisa yang sudah tiada, kami pun mencoba mengikhlaskan dan cuman mengingat melisa sebagai bagian kenangan yang indah waktu sekolah. Tampaknya bekas trauma dan sedih tentang melisa ini membuat kami benar2 enggan buat membahas dan mengingat2 kejadian maupun kenangan bersama melisa. Bahkan beberapa cew famous yg pernah membully si melisa merasa bersalah dan menemui ane buat menyampaikan permohonan maaf ke melisa (dipikirnya ane dukun apa bisa ngirim salam ke arwah). Ane bahkan sempet candain mereka uda ane sampaikan nanti melisa langsung datang sendiri ngobrol langsung dengan mereka, yang diikuti rasa horor dan kepanikan dari wajah2 cew famous ini wakakakakka. "eh besok sabtu, kita bikin tenda sendiri aja", ajak lexi "emang lu ada tenda?", tanya ane "ada keknya, tapi lupa aku taruh dimana nanti aku cek dlu", jelas lexi. "gua ada, tenang aja nj*ng, tapi tenda ku ne gede banget", ujar mister "ah bagus kalau gede, ...

Teman Kelas Ane Meninggal Misterius (PART 4)

 Teman Kelas Ane Meninggal Misterius (PART 4) Sekitar jam 8an malam ane akhrinya sampai di rumah. Emak ane ternyata lagi nonton tivi barenga adik2 ane. Sembari melepas baju di dalam kamar ane, telpon rumah pun berdering. Kebetulan karena memang di renovasi rumah ane, dari ruang tamu jadi kamar ane, ne telpon diinapkan di kamar ane. Mungkin disengaja apa kagak, tapi memang ne telpon rata2 berbunyi nyariin ane. Setelah berganti pakaian seragam rumah ane, celana pendek dan singletan, ane pun mengangkat ne telpon. Ternyata si melissa yang nelpon. Dia menanyakan dari tadi sore nelpon ane masih belum balik darimana. Ane pun menjelaskan habis ngajak shopping si billy yang pengen berubah dari bujang band malaysia jadi bujang band punk rock skaters. Kami pun terbahak-bahak dan ane menceritakan ekspresi si Billy yg menghabiskan 2 juta rupiah cuman untuk 3 kaos, 1 celana panjang dan 1 celana pendek wakakkakaka. Padahal dia niatan juga mau beli tas dan sepatu buat ke sekolah seperti si lexi da...

Me #2 -DOPPELGANGER-

 Waktu saya masih sekolah sd dan toko bapak masih rame" nya, saya lebih sering belajar sendiri karena orang tua saya sibuk sama pembeli. Malam itu seperti biasa saya lagi ngerjain pr dari sekolah sendirian. Di toko ini ada rak untuk barang yang di taruh di tengah sekaligus jadi pembatas buat sedikit ruangan di belakang yang biasa dipake buat shalat sekaligus tempat tidur orang tuaku. Nah saya belajar di situ sambil menghadap lorong yang ada di belakang rumah. Ngerjain pr sambil tengkurap karena ga pake meja, cuma beralas bantal biar dada ga sakit. Lagi fokus" nya saya ngerjain pr (nunduk) sekilas saya lihat di depan saya bapak lewat di lorong dari arah warung nasi ke kamar saya di timur (posisi toko ada di tengah) pakai gamis putih yang biasa bapak pake kalo pergi shalat jum'at. Saya noleh sebentar "oh mungkin bapak mau shalat di sebelah" pikir saya. Gak lama sekitar 5 menit saya lihat lagi bayangan mama di lorong pergi ke kamar timur pake baju tidur warna ungu,...

Pengalaman Bertemu Hantu/Jin (Chapter Jogjakarta)

Selamat datang di Jogja, Kami (makhluk ghoib) bukan hanya gossip Sahabat-sahabat ane yg pernah ane sebutin di chapter Palembang, semua berdiskusi mengenai pilihan universitas sebagai pijakan lanjutan pendidikan yg lebih tinggi. rata-rata sahabat ane memilih melanjutkan ke Universitas yg ada di Sumsel pula. Sedang ane, sepakat dengan si babay untuk melanjutkan ke Jogjakarta di Universitas yg terkenal dengan jaket warna tanahnya itu. Untuk memuluskan persiapan kami supaya dapat lulus, si babay menyarankan untuk ambil lembaga kursus intensif untuk persiapan SPMB. Neu**n yg berada di nyutran menjadi pilihan kami berdua dan setelah melaporkan biaya ke emak ane. Alhamdulilah emak ane setuju dan ane pun terdaftar di kursus ini. Rupa2nya emak si babay daftarin dia bukan di kursus sini, malah di pesaingnya. ini pegimane cerite, yg nyaranin malah ke tempat laen wakakkakakkaa. dengan penuh rasa tidak enak dan kekecewaan dengan emaknya, si babay berulang kali meminta maaf ane gansis.  Ya sudah...

PEMBERANGKATAN TERAKHIR

“Aku yakin betul naik kereta malam itu, tapi orang-orang melihat aku jalan kaki di atas rel.” KERETA MALAM -PEMBERANGKATAN TERAKHIR- A THREAD Kisah ini terjadi pada 2006 silam, kala itu santer rumor beredar mengenai 'pemberangkatan terakhir ialah kereta gaib'. Sila tinggalkan jejak, RT, like atau tandai dulu judul utas di atas agar thread tidak hilang atau ketinggalan update. Maleman kita mulai.  Ini sepenggal kisah yang sampai sekarang membuatku parno naik kereta di jam malam. Peristiwa itu amat melekat diingatan bagaimana aku menempuh perjalanan tanpa sadar JKT-YK dalam waktu hampir 5 hari tapi rasanya waktu berhenti di satu malam pertama--  --Aku yakin betul kalau aku menaiki kereta malam itu, tapi orang-orang melihat aku berjalan kaki sepanjang rel yang entah muncul dari mana.  Senin malam, 2006. Aku hendak pulang ke Yogya karena mendapat kabar bapakku sakit. Kala itu aku masih kuliah di salah satu Universitas Negeri di pinggiran Ibu Kota.  Karena dapat kabar men...

”Aku bertarung melawan setan yang tertanam dalam susuk sendiri.”

 “Aku seorang penembang panggung dan aku memakai susuk. Keputusan mencabut susuk kukira hal yang mudah. Tapi sekarang, aku bertarung melawan setan yang tertanam dalam susuk sendiri.” Tengah malam, di satu rumah berbilik kayu, seorang wanita bernama Taya tersentak dari tidur lalu mengerang kesakitan. Urat-urat di wajahnya membiru menonjol keluar menegang. Napasnya tercekat, membuat suaranya berhenti di tenggorokan—  “Kak!! Kakak kenapa?!” Sani, adik Taya satu-satunya panik ketika mendapati kakaknya meringis kesakitan. Ada yang tak biasa dari wajah Taya—di sekujur pipi, dagu dan kening menonjol garis-garis keras serupa jarum-jarum halus.  Sani menyadari sesuatu, buru-buru dia membekap mulut sang kakak agar tak bersuara. “Ssssssttttt” isyarat Sani pelan sambil menangis tanpa suara  Taya mengatur napas, kedua tangannya menggenggam erat sprei dan matanya mendelik ke atas menahan sakit. “KRENGG!!” Suara lonceng terdengar mendekat.  “KREENGG!!” “KREEENGGG!” Lonceng ter...