Langsung ke konten utama

ANYIR DARAH

 


Disclaimer : Nama tokoh dan lokasi spesifik dalam cerita ini telah disamarkan. 

Pada suatu sore sebuah truk melaju dengan deras. Si supir tampak kesulitan berusaha

mengendalikan truk yang menjadi liar. Truk itu mengalami masalah pada pedal gasnya. Saat

melaju pada gigi 4 dengan kecepatan 80 km/jam pedal gas tidak kembali ke posisi semula. 

Hingga di sebuah kelokan ke arah kiri yang merupakan jalan menurun seharusnya truk

melambatkan kecepatannya namun tak bisa. Truk malah menghantam telak sebuah mobil

Avanza yang datang dari arah berlawanan. 

Supir truk bermaksud menghindari menyeruduk kendaraan di depannya dan menghindari sebuah warung nasi di sisi kiri jalan jalan yang sedang

ramai. 

Avanza yang ukurannya tidak seberapa dibanding truk tentu saja hancur bagian depannya

bahkan terseret beberapa meter. Penumpang dalam Avanza itu tewas seketika di tempat,

pengemudi dan temannya yang duduk di bangku sebelahnya. 

Ternyata di belakang Avanza itu ada pengendara motor Revo yang naas. Seorang remaja laki-

laki berusia 20 tahunan. Ia ikut terseret bersama motornya di kolong mobil Avanza. 

Tio sudah seminggu lebih di Kota Malang, ia sedang liburan kuliah. Sebenarnya keluarganya

juga baru sekitar 7 bulan di Malang. Ayahnya yang seorang tentara dipindah-tugaskan.

Sebelumnya mereka tinggal di Kota Semarang. 

Ketika keluarganya pindah ke rumah dinas Tio

tidak turut serta dikarenakan kuliah di Semarang. Pada liburan itu Tio mengajak serta teman kuliahnya, Dios. 

Ia mengisi hari-harinya selama

berlibur dengan berjalan-jalan mengendarai mobil Yarisnya berkeliling wilayah Malang dan

sekitarnya sekedar menyegarkan mata dan melihat-lihat suasana baru. 

Rute jalan-jalan kali ini sedikit keluar kota Malang, ke wilayah KP, yang mana sore itu terjadi kecelakaan. Posisi mobil Tio pada detik-detik menjelang kejadian adalah persis di belakang truk

yang menabrak. 

Melihat dengan langsung dengan mata kepala sendiri saat berlangsung

kejadian membuatnya menepikan mobil didorong pula karena rasa penasaran memastikan apa

yang sebenarnya terjadi. Terlihat orang-orang berkerumun mengitari Avanza, Tio dan Dios juga turut menghampirinya. 

Mereka menyaksikan pemandangan yang sangat mengenaskan, pengendara dan rekannya

terjepit dashboard mobil. Sekujur tubuh korban tampak basah dengan noda darah segar.

Pecahan beling dan bagian-bagian entah dari Avanza atau truck terlihat berserak di sekitar

tempat kejadian. 

Beberapa orang lainnya mengamankan si supir truk. Di kolong Avanza itu terlihat motor namun

entah di mana pengendaranya. Lalu ada seorang bapak-bapak menegur Tio. “Mas, mas, mas

yang bawa mobil Yaris itu ya?” katanya sambil menunjuk ke arah mobil Tio. “Iya Pak,

kenapa?” 

“Masnya ga kenapa-napa?”


“Saya ga kenapa-napa pak”


“Mas, bisa minta tolong mas?” lanjut si bapak.


“Iya pak, ada apa?” 

“Ada korban lagi sebenernya

yang naek motor. Kondisi udah gawat keliatannya mas, harus buru-buru dibawa ke rumah

sakit. Nunggu ambulan lama, bisa dianter sama masnya?” 

Tio sejenak diam terpaku atas

permintaan si bapak. Lalu ia menatap ke arah Dios. Dios memberi kode menggeleng tanda tidak setuju. 

Sebenarnya Tio juga merasa ragu jika harus membawa korban kecelakaan ke dalam mobilnya. Namun disisi lain ia ingin juga membantu. Akhirnya Tio mengiyakan permintaan si bapak. “Ayo bawa korban ke mobil Yaris mas ini!” teriak si bapak kepada orang-orang yang ada di

lokasi. 

“Serius kamu yo? bakal panjang urusan loh,” kata Dios. “Abis gimana bro, kasian juga

kan.”


Akhirnya korban kecelakaan yaitu pengendara motor sudah di dalam mobil Yaris Tio di

kursi belakang. Si bapak tadi dan seorang lagi turut juga mengantarkan. 

“Di mana rumah sakit terdekat sini pak?” tanya Tio. “Ke rumah sakit PH mas, saya tunjukin

jalannya.”


Selama di perjalanan si korban terus mengerang kesakitan. “Aduhh…

sakiitt….sakiiittt, Eeeeeee… sakittttt.” 

“Sabar ya mas, sebentar lagi sampe rumah sakit,” hibur si

bapak kepada korban. 

Rumah sakit dimaksud memang tidak seberapa jauh dari lokasi. Namun di perjalanan si korban

sudah tidak mengerang dan tidak bergerak lagi. Saat tiba di UGD ternyata korban telah meninggal di perjalanan. 

Di parkiran mobil saat hendak pulang, Tio melongok ke kursi belakang mobilnya. Ada noda merah, dugaan Tio dan Dios itu adalah darah si korban karena tercium bau anyir. Disamping itu juga terlihat sedikit cairan putih kental. “Itu cairan apa ya?” tanya Tio kepada Dios. 

“Mbuh aku!

(ga tau aku), cairan otak kayanya…hiiyy!! Makanya kataku juga jangan diangkut!”


“Loh piye

toh, aku juga ndak nyangka bakal gini eh. Tak kira korbane ndak sekarat, Yo mosok aku nolak

dimintain tolong. Kamu juga kalo diposisiku juga pasti bingung,” sergah Tio. 

“Baune jadi anyir yo mobilmu. Bawa neng pencucian steam sek,” (baunya jadi anyir mobil kamu yo. Bawa ke pencucian steam dulu) saran Dios. 

Tio setuju dengan usul temannya. Ia langsung

mencari tempat pencucian mobil. Sampai di tempat pencucian mobil Tio meminta kepada

petugas yang mencuci agar bagian kursi belakang dicuci juga dengan banyak sabun serta

pewangi. 

Selesai mobil dicuci Tio dan Dios pun bersiap kembali pulang ke rumah keluarga Tio. Mereka bersyukur bau anyirnya telah berganti wangi aroma jeruk sintetik dari tempat pencucian mobil. Setibanya di rumah Tio menceritakan semua kejadian itu ke keluarganya. 

Mendengar cerita Tio

ibunya sangat khawatir, namun Tio meyakinkan bahwa dirinya baik-baik saja.

Sejak kejadian kecelakaan itu Tio jadi enggan berjalan-jalan sore mengitari kota Malang. 

Lagi

pula pikirnya sehari lagi ia musti kembali ke Semarang karena perkuliahan akan segera berlangsung. 

Hari kepulangan pun tiba. Dengan mengendarai mobil Yarisnya Tio berangkat dari Malang

pukul 4 sore. Sengaja ia berangkat sore dengan pertimbangan lebih santai, juga sesampainya

di Semarang nanti pasti sudah malam, ia pun bisa langsung istirahat tidur. 

Di tengah perjalanan waktu menunjukan pukul 8 malam. Tio mengendarai mobil dengan kecepatan sedang sambil mendengarkan musik, sedangkan Dios tidur di kursi sebelahnya. Tiba-tiba hidung Tio mencium sesuatu yang ia kenali beberapa hari terakhir. 

“Yos! Yos! Yos! Bangun sek!” sergah Tio kepada Dios. “Opo? minta ganti nyupir?”


“Engga.

Kamu nyium sesuatu ndak?” Dios terlihat mengendus-ngendus mencoba menangkap bau yang

dimaksud Tio. “Lohh…iki kalo ndak salah ambune….” (loh ini kalau tidak salah baunya…) 

Tio dan Dios saling bertatapan. Tidak salah! Mereka berdua mencium bau anyir darah. Bau

yang hanya beberapa hari lalu mereka cium karena mengangkut korban kecelakaan yang

akhirnya meninggal di dalam mobil Tio. 

Hari berikutnya saat di Semarang, setiap Tio mengendarai Yarisnya bau anyir darah menyeruak

seisi dalam mobil. Tio merasa stres dengan kondisi tersebut. 

Dia sudah coba menaburkan

bubuk kopi yang konon bisa menghilangkan bebauan tidak sedap, tetap saja bau anyir darah

tidak mau pergi. 

Sampai-sampai ia bela-belain mengganti jok mobilnya sekaligus karpet bagian belakang, tetapi tetap saja bau anyir darah tercium. Anehnya bau anyir darah itu hanya tercium santer jika hari

menjelang maghrib sampai sepanjang malam hari. 

Akhirnya Tio memilih tidak menggunakan mobilnya apabila hari sudah menjelang malam.

Nyalinya ciut juga. 

Saat pulang kuliahpun biasanya ia tenang-tenang saja jika harus pulang

malam karena ada jadwal kuliah malam atau lanjut nongkrong bersama teman-teman, dikarenakan keadaan itu ia jadi selalu segera meninggalkan kampus agar tiba di rumah

sebelum waktu maghrib. 

Meski mengendarai mobilnya saat hari masih terangpun hatinya tidak tenang, kerap merasa

was-was. Dikarenakan baunya masih tercium walaupun tidak sesanter malam hari. 

Maka dari

itu jika ia tahu ada jadwal kuliah malam, atau kegiatan kampus lainnya yang mengharuskan ia

pulang malam ia memilih naik motor, atau sesekali menebeng Dios. 

Hingga suatu waktu saat Tio membawa mobil ke kampus, teman dekatnya, Lala, yang

sebenarnya diam-diam ia taksir memintanya untuk mengantarnya ke mall, ada barang yang

ingin dicari katanya. Tentu saja dia tak bisa menolaknya. 

Namanya juga cewek, jarang sekali jika belanja katakanlah baju, langsung mendapat yang

dicarinya selesai terus pulang. 

Mesti dicoba dulu, dibanding-bandingkan dengan pilihan lainnya,

kalau belum sreg juga beralih mencari ke toko lainnya, masih belum cocok juga beralih ke toko

satunya. 

Dan yang terkadang absurd setelah berkeliling ke sana ke mari akhirnya pilihannya jatuh kepada baju yang pertama kali dicobanya.

Itu yang dialami Tio hari itu saat menemani Lala. 

Saat menjelang sore ia melirik jam tangannya,

sudah pukul 5 sore. Kalau tidak pake acara muter-muter jam 3 juga sudah selesai. “Tio, kamu

mau kan sekalian anter aku pulang ke rumah?” pintanya manja. 

“Mau, mau,” jawab Tio sambil senyum. Tapi dalam hatinya berkata, “mampus aku, pulang bakal kemaleman ini.” 

Sampai di rumah Lala, sudah sedikit lagi maghrib. “Mau mampir dulu ke rumahku?” tanya Lala. “Nanti aja La, lain kali. Aku banyak tugas kuliah,” jawab Tio beralasan. “Ohh gitu, yaudah,

makasih ya. Sampe ketemu besok di kampus.”

Tio langsung tancap gas. Perasaannya tidak enak. 

Pukul 7 malam ia masih di jalan. “Sebentar

lagi sampe rumah.., sebentar lagi sampe rumah..” demikian ia mensugesti diri, meyakinkan

semua akan baik-baik saja. Baru saja dia berpikir demikian, bau yang dia sangat tidak harapkan

tercium, bau anyir darah. 

“Ya ampun, ya ampun… jangan, jangan, jangan …tolong,” jeritnya dalam hati. Ia lalu memilih-

milih lagu kesukaannya pada tape mobilnya yang ia bisa nyanyikan demi mengalihkan rasa

parno. 

Sebenarnya sedari tadipun ia menyetel radio, hanya lagu-lagu yang diudarakan oleh

stasiun radionya acak dan kurang akrab ditelinga.

Pada lagu pilihannya ia membesarkan volumenya kemudian ikut bernyanyi kecil. 

Sia-sia, pikirannya tidak teralih, bau anyir darah tetap santer tercium, seolah ada jipratan darah yang

menempel di ujung hidungnya. Lalu di antara untaian lagu ia mendengar suara lain. Kepalanya

dimiring-miringkan untuk memperjelas suara apa itu dan berasal dari mana. 

Pikiran Tio kalut ia bingung akan sumber suara, apakah dari lagu yang sedang diputar atau dari sumber lainnya. Lalu ia mengecilkan volume tape mobilnya. Terdengarlah dengan jelas suara

seseorang sedang mengerang dari kursi belakang mobilnya; “Aduuhh sakiittt…sakiittt…sakit!!” 

Tio sangat terkejut, jantung berdegup keras, kemudian melirik spion tengah dalam mobil. Ia tak percaya dengan apa yang kedua matanya tangkap, ada seseorang duduk di belakang. 

Ia yakin

sedari tadi pulang dari mall tidak seorang pun yang menebeng diam-diam, hanya dia dan Lala.

Pun ketika mengantar Lala sampai rumah, tinggal dia seorang. 

Lalu Tio melirik lagi ke kaca spion untuk mencoba menegaskan. Ia melihat ada seorang laki-laki sedang duduk dengan kepala berdarah bercampur cairan berwarna putih. Di sisi kiri kepala orang itu terlihat darah yang paling banyak keluar mengucur. 

Tio ketakutan setengah mati, namun ia berusaha mengendalikan diri agar tidak celaka.

Sebenarnya ia ingin segera menepi dan pergi kabur meninggalkan mobilnya begitu saja. Namun mengingat rumah tidak seberapa jauh lagi ia tetap bertahan melajukan mobilnya. 

Sampainya di rumah dengan sembarang dia parkirkan mobilnya di depan pagar rumahnya, lalu

masuk ke dalam rumah dengan terbirit-birit. 

Tio mengabari kejadian yang menimpanya kepada kedua orangtuanya di Malang. Orangtuanya

memintanya agar ia beserta mobilnya ke Malang. Di hari Sabtu pagi, ia ditemani Dios pun berangkat ke Malang.

Sampai Malang sudah menjelang sore. 

Tio menjumpai orangtua dan adiknya sudah

menunggunya di teras rumah. Ada 2 orang yang Tio tidak kenali bersama mereka. 

Yang satu

dari perawakannya laki-laki berusia sekitar 30 tahunan, seorang lagi bapak-bapak berpenampilan laksana pemuka agama, memakai baju koko mengenakan celana bahan berwarna coklat, dan memakai peci. Di saku baju koko bapak itu tersembul tasbih. 

Ayahnya memperkenalkan kedua orang itu kepada Tio. Ternyata bapak itu adalah “orang

pintar” yang bisa membantu orang dengan masalah gangguan makhluk halus, sedangkan orang yang satu lagi pengantarnya. Saat memperkenalkan diri bapak itu menyebut panggilan

dirinya mbah Sastro. 

Lalu Tio menceritakan semua kejadian-kejadian yang ia alami di Semarang. “Jadi persis hari

Kamis malem kemarin mbah, ada penampakan di belakang mobil saya,” terang Tio. 

“Oalah, yo pantes. Aku saiki ngeliat ono orang duduk ning buri mobilmu. Tak kira koncomu nunggu di

mobil,” respon mbah Sastro. (Pantas, sekarang aku melihat ada yang duduk di belakang

mobilmu. Kirain teman kamu menunggu di mobil) 

Mendengar paparan mbah Sastro wajah Tio dan Dios berubah pias. “Yo wes, sabada sholat

maghrib aku minta dia supaya pulang,” kata mbah Sastro (Ya sudah, setelah sholat maghrib

aku minta dia supaya pulang). 

Setelah menunaikan sholat maghrib mbah Sastro minta disediakan air putih segelas besar. Lalu

ia duduk bersila, gelas berisi air itu diletakkan di depannya. Ia membacakan doa-doa yang kemudian ia tiupkan ke airnya.

Mbah Sastro lantas menghampiri mobil Tio. 

Yang lainnya hanya menyaksikan dengan

mengambil jarak dari mobil. Mbah Sastro membuka pintu mobil bagian belakang lalu duduk,

dan kembali ia terlihat membacakan doa-doa. 

Pemandangan selanjutnya ia seperti sedang bercakap-cakap dengan seseorang, setelah itu air

dalam gelas itu diciprat-cipratkan ke bangku belakang juga ke bagian depan, akhirnya ke

seluruh body mobil. 

“Sudah nak Tio, aku sudah minta dia pulang baik-baik. Sekarang mobilmu sudah bersih nda

bakal ada gangguan lagi,” kata mbah Sastro.


“Beneran mbah?”


“Insya Allah.” 

Benar saja, semenjak itu saat bau anyir darahnya hilang, tidak tercium sama sekali. Dan

meskipun awalnya was-was saat mengendarai mobilnya di malam hari ternyata bau anyir,

suara orang mengerang kesakitan dan penampakannya juga hilang. 

- S E L E S A I -

Postingan populer dari blog ini

Misteri Suara Tanpa Wujud

Malam itu pekat tak berbintang, hujan sejak sore sudah mulai sedikit reda, menyisakan gerimis halus ... membawa kesejukan. Namun, membuat sekujur tubuh merinding juga. Bagaimana tidak, aku hanya sendirian di rumah kala itu. Ayah dan ibu sedang ke luar kota menjenguk kakak yang habis lahiran. Kebetulan aku tak ikut, karena sering mabuk darat juga karena perjalanan ke rumah saudariku itu terbilang cukup memakan waktu lama. Bisa pegal pinggangku kelamaan duduk dalam mobil. Malam itu, lepas makan semangkuk indomie kaldu dicampur cabe lima biji plus perasan jeruk nipis sebelah, cukup membuat badan sedikit hangat. Makanan penggugah selera itu selalu menjadi makanan pengusir dingin kala malam tiba dengan segudang hawa dingin yang mencekam. Musim hujan selalu membawa berkah bagi Mpok Iin, penjual indomie langgananku di sudut jalan depan. Stok jualannya selalu laris olehku, pecinta mie kaldu. Setelah habis melahap semangkuk makanan andalan, segera bergegas ke ruang belakang rumah. Dapur maksudn...

Privacy Policy

  Narastudio built the app as a Free app. This SERVICE is provided by Narastudio at no cost and is intended for use as is. This page is used to inform visitors regarding our policies with the collection, use, and disclosure of Personal Information if anyone decided to use our Service. If you choose to use our Service, then you agree to the collection and use of information in relation to this policy. The Personal Information that we collect is used for providing and improving the Service. We will not use or share your information with anyone except as described in this Privacy Policy. Information Collection and Use For a better experience, while using our Service, I may require you to provide us with certain personally identifiable information. The information that I request will be retained on your device and is not collected by me in any way. The app does use third party services that may collect information used to identify you. Link to privacy policy of third party service prov...

Lexi Terkencing-kencing

Beberapa hari setelah mendengar melisa yang sudah tiada, kami pun mencoba mengikhlaskan dan cuman mengingat melisa sebagai bagian kenangan yang indah waktu sekolah. Tampaknya bekas trauma dan sedih tentang melisa ini membuat kami benar2 enggan buat membahas dan mengingat2 kejadian maupun kenangan bersama melisa. Bahkan beberapa cew famous yg pernah membully si melisa merasa bersalah dan menemui ane buat menyampaikan permohonan maaf ke melisa (dipikirnya ane dukun apa bisa ngirim salam ke arwah). Ane bahkan sempet candain mereka uda ane sampaikan nanti melisa langsung datang sendiri ngobrol langsung dengan mereka, yang diikuti rasa horor dan kepanikan dari wajah2 cew famous ini wakakakakka. "eh besok sabtu, kita bikin tenda sendiri aja", ajak lexi "emang lu ada tenda?", tanya ane "ada keknya, tapi lupa aku taruh dimana nanti aku cek dlu", jelas lexi. "gua ada, tenang aja nj*ng, tapi tenda ku ne gede banget", ujar mister "ah bagus kalau gede, ...

Teman Kelas Ane Meninggal Misterius (PART 4)

 Teman Kelas Ane Meninggal Misterius (PART 4) Sekitar jam 8an malam ane akhrinya sampai di rumah. Emak ane ternyata lagi nonton tivi barenga adik2 ane. Sembari melepas baju di dalam kamar ane, telpon rumah pun berdering. Kebetulan karena memang di renovasi rumah ane, dari ruang tamu jadi kamar ane, ne telpon diinapkan di kamar ane. Mungkin disengaja apa kagak, tapi memang ne telpon rata2 berbunyi nyariin ane. Setelah berganti pakaian seragam rumah ane, celana pendek dan singletan, ane pun mengangkat ne telpon. Ternyata si melissa yang nelpon. Dia menanyakan dari tadi sore nelpon ane masih belum balik darimana. Ane pun menjelaskan habis ngajak shopping si billy yang pengen berubah dari bujang band malaysia jadi bujang band punk rock skaters. Kami pun terbahak-bahak dan ane menceritakan ekspresi si Billy yg menghabiskan 2 juta rupiah cuman untuk 3 kaos, 1 celana panjang dan 1 celana pendek wakakkakaka. Padahal dia niatan juga mau beli tas dan sepatu buat ke sekolah seperti si lexi da...

Me #2 -DOPPELGANGER-

 Waktu saya masih sekolah sd dan toko bapak masih rame" nya, saya lebih sering belajar sendiri karena orang tua saya sibuk sama pembeli. Malam itu seperti biasa saya lagi ngerjain pr dari sekolah sendirian. Di toko ini ada rak untuk barang yang di taruh di tengah sekaligus jadi pembatas buat sedikit ruangan di belakang yang biasa dipake buat shalat sekaligus tempat tidur orang tuaku. Nah saya belajar di situ sambil menghadap lorong yang ada di belakang rumah. Ngerjain pr sambil tengkurap karena ga pake meja, cuma beralas bantal biar dada ga sakit. Lagi fokus" nya saya ngerjain pr (nunduk) sekilas saya lihat di depan saya bapak lewat di lorong dari arah warung nasi ke kamar saya di timur (posisi toko ada di tengah) pakai gamis putih yang biasa bapak pake kalo pergi shalat jum'at. Saya noleh sebentar "oh mungkin bapak mau shalat di sebelah" pikir saya. Gak lama sekitar 5 menit saya lihat lagi bayangan mama di lorong pergi ke kamar timur pake baju tidur warna ungu,...

Pengalaman Bertemu Hantu/Jin (Chapter Jogjakarta)

Selamat datang di Jogja, Kami (makhluk ghoib) bukan hanya gossip Sahabat-sahabat ane yg pernah ane sebutin di chapter Palembang, semua berdiskusi mengenai pilihan universitas sebagai pijakan lanjutan pendidikan yg lebih tinggi. rata-rata sahabat ane memilih melanjutkan ke Universitas yg ada di Sumsel pula. Sedang ane, sepakat dengan si babay untuk melanjutkan ke Jogjakarta di Universitas yg terkenal dengan jaket warna tanahnya itu. Untuk memuluskan persiapan kami supaya dapat lulus, si babay menyarankan untuk ambil lembaga kursus intensif untuk persiapan SPMB. Neu**n yg berada di nyutran menjadi pilihan kami berdua dan setelah melaporkan biaya ke emak ane. Alhamdulilah emak ane setuju dan ane pun terdaftar di kursus ini. Rupa2nya emak si babay daftarin dia bukan di kursus sini, malah di pesaingnya. ini pegimane cerite, yg nyaranin malah ke tempat laen wakakkakakkaa. dengan penuh rasa tidak enak dan kekecewaan dengan emaknya, si babay berulang kali meminta maaf ane gansis.  Ya sudah...

PEMBERANGKATAN TERAKHIR

“Aku yakin betul naik kereta malam itu, tapi orang-orang melihat aku jalan kaki di atas rel.” KERETA MALAM -PEMBERANGKATAN TERAKHIR- A THREAD Kisah ini terjadi pada 2006 silam, kala itu santer rumor beredar mengenai 'pemberangkatan terakhir ialah kereta gaib'. Sila tinggalkan jejak, RT, like atau tandai dulu judul utas di atas agar thread tidak hilang atau ketinggalan update. Maleman kita mulai.  Ini sepenggal kisah yang sampai sekarang membuatku parno naik kereta di jam malam. Peristiwa itu amat melekat diingatan bagaimana aku menempuh perjalanan tanpa sadar JKT-YK dalam waktu hampir 5 hari tapi rasanya waktu berhenti di satu malam pertama--  --Aku yakin betul kalau aku menaiki kereta malam itu, tapi orang-orang melihat aku berjalan kaki sepanjang rel yang entah muncul dari mana.  Senin malam, 2006. Aku hendak pulang ke Yogya karena mendapat kabar bapakku sakit. Kala itu aku masih kuliah di salah satu Universitas Negeri di pinggiran Ibu Kota.  Karena dapat kabar men...

”Aku bertarung melawan setan yang tertanam dalam susuk sendiri.”

 “Aku seorang penembang panggung dan aku memakai susuk. Keputusan mencabut susuk kukira hal yang mudah. Tapi sekarang, aku bertarung melawan setan yang tertanam dalam susuk sendiri.” Tengah malam, di satu rumah berbilik kayu, seorang wanita bernama Taya tersentak dari tidur lalu mengerang kesakitan. Urat-urat di wajahnya membiru menonjol keluar menegang. Napasnya tercekat, membuat suaranya berhenti di tenggorokan—  “Kak!! Kakak kenapa?!” Sani, adik Taya satu-satunya panik ketika mendapati kakaknya meringis kesakitan. Ada yang tak biasa dari wajah Taya—di sekujur pipi, dagu dan kening menonjol garis-garis keras serupa jarum-jarum halus.  Sani menyadari sesuatu, buru-buru dia membekap mulut sang kakak agar tak bersuara. “Ssssssttttt” isyarat Sani pelan sambil menangis tanpa suara  Taya mengatur napas, kedua tangannya menggenggam erat sprei dan matanya mendelik ke atas menahan sakit. “KRENGG!!” Suara lonceng terdengar mendekat.  “KREENGG!!” “KREEENGGG!” Lonceng ter...