Langsung ke konten utama

TOL CIPULARANG KM 90-100

 


Disclaimer: Nama karakter telah disamarkan. 

Tahun 2002.


Akhirnya niat Boy untuk mengenalkan calon istrinya kepada neneknya di Bandung terlaksana. Neneknya sejak semasa Boy masih duduk di bangku SMA sudah mewanti-wanti agar jika sudah memiliki calon istri hendaknya dikenalkan kepadanya terlebih dahulu, 

katanya ia ingin memberi restu dan doa. Saat itu Boy telah dewasa, sudah satu setengah tahun lulus kuliah dan sudah bekerja sebagai

karyawan di perusahaan swasta. Ia sudah memiliki perempuan piihan yang hendak dinikahi. 

Kedua belah pihak keluarga sudah saling merestui. Sebagai cucu pertama, Boy tidak ingin

mengecewakan kehendak neneknya itu. Sebelum pernikahan, ia terlebih dahulu membawanya

ke Bandung untuk menemui nenek tercinta. 

Berangkat dari Jakarta dengan berkendara mobil pada pagi menjelang siang hari agar bisa

lebih berlama-lama di rumah neneknya itu meski tidak bermalam. Jakarta – Bandung memang tidak terlampau jauh, memungkinkan ditempuh dengan cara PP alias Pergi – Pulang dalam

sehari. 

Boy berangkat dengan calon istrinya, Dira. Turut pula menemani, adik Boy yakni Yoga

dan seorang adik sepupu bernama Awan. Tahun 2002, jalan tol Cipularang belum beroperasi, masih dalam tahap proyek pengerjaan. 

Saat itu akses jalan tol jika dari Jakarta hendak ke Bandung maka gerbang terujung keluar jalan

tolnya adalah daerah Sadang, Purwakarta. Selanjutnya melanjutkan perjalanan melalui jalan

raya biasa melewati kota Purwakarta. 

Dari wilayah Purwakarta, tidak jauh dari Jatiluhur sampai dengan masuk wilayah Kabupaten

Bandung Barat tepatnya di daerah Cikalong, pada beberapa titk di sisi jalan raya terdapat jalan

yang dibuka sebagai akses menuju proyek pengerjaan jalan tol. 

Akses jalan itu sengaja dibuat untuk keluar masuk kendaraan berat yang membawa material

atau pun para pekerjanya. Di muka akses jalan itu terpampang tulisan pada papan yang kurang

lebih redaksinya : “Hati-hati!, Keluar masuk kendaraan Berat. Proyek Jalan Tol Cipularang”.


Waktu sudah menunjukan pukul setengah 9 malam. Boy dan semuanya pamit kepada

neneknya akan pulang kembali ke Jakarta. Mereka memanggilnya Nini, bahasa Sunda yang artinya Nenek. “Ga nginep aja?, besok pagi baru pulangnya”, saran nenek. 

“Engga lah ni, mau

langsung pulang aja. Gampang, nanti nanti ke sini lagi”, jawab Boy. “Ya udah atuh, hati-hati di

jalan ya. Jangan ngebut bawa mobilnya. Siapa yang bawa?”, tanya nenek. “Yoga ni”, sahut

Yoga. 

Jam 9 malam, mobil memasuki gerbang tol Pasteur yang saat itu jalan tolnya hanya sampai

Padalarang. Pada posisi kursi jok depan, Yoga yang menyetir mobil dan Boy di kursi

sebelahnya. Di kursi jok belakang, Dira dan Awan. 

Kala itu pemisah di tengah jalan tol Pasteur pembatas antara jalur yang ke arah Jakarta dengan

yang ke arah kota Bandung adalah berupa rerumputan dan tanaman hias pada lahan berukuran

lebar kira-kira 2 meter, dipagari plat besi. 

Maka itulah sorot cahaya lampu mobil dari arah berlawanan cukup membuat silau dikarenakan jarak yang tidak terlampau lebar.

Pada saat sedang melaju Yoga mengambil lajur kanan untuk menyalip sebuah bus malam. 

Tiba-tiba ada semprotan air yang semburatnya sampai menutupi kaca depan. Yogapun

menyalakan wiper kaca depan untuk menyekanya. 

“Air dari mana ya?, perasaan ga ujan”, kata Boy heran kepada adiknya. “Iya ya… di sini tadi

ujan kali ya?, terus mobil yang di sebrang nyipratin genangan air”, respon Yoga. Mereka berdua

dibuat terheran dengan cipratan air yang tiba-tiba itu. 

Tak lama kemudian Yoga berseru ketika sekilas melihat indikator temperatur pada dashboard

mobil menunjukan panas yang berlebih, “wah!... mesin overheat!”. Untung saja mereka sudah

tidak jauh dari gerbang keluar tol. 

Mereka pun segera mencari stasiun pengisian bensin mobil

atau pom bensin yang terdekat dari gerbang keluar tol.

Sesampainya di pom bensin mereka segera membuka kap mesin. 

Terlihat asap mulai sedikit

mengebul dari bagian depan, yakni radiatornya. Kemudian mereka membuka katup penutupnya. Ternyata airnya nyaris kering. 

“Ini dia cipratan air tadi pas di tol, dari radiator”, sergah Yoga menyimpulkan masalah mobllnya.

Lalu Awan ditugasi membeli 2 botol air mineral ukuran 2 liter. Setelah didapatinya, air mineral

itupun dituangkan ke lubang radiator untuk mengisi kembali airnya yang terkuras. 

Air mineral yang dituangkan sudah meluberi batas isi radiator, tanda sudah terisi penuh. Mereka

mendiamkan sejenak barang 15 menit guna memastikan temperatur mesin kembali normal. Setelah itu Yoga mencoba kembali menghidupkan mobil. 

Mesin menyala dengan baik dan indikator temperatur menunjukan posisi normal kembali.

Merekapun akhirnya melanjutkan perjalanan. Saat itu waktu menunjukan sudah pukul sepuluh

lewat. 

Setelah berkendara selama kurang lebih setengah jam, jarum indikator temperatur kembali naik

yang menandakan mesin kembali panas. “Ini sih ga bisa lanjut jalan, kalo dipaksa bisa-bisa

mogok. Harus ke bengkel kita. Coba liat-liat, siapa tau ada bengkel 24 jam”, kata Boy kepada 

adiknya. Yoga setuju dengan pendapat kakaknya, diapun berkendara secara perlahan sambil memerhatikan tanda-tanda adanya bengkel yang masih buka. 

“Nah tuh ada bengkel !”, seru Yoga ketika melihat di depan ada papan reklame sebelah kanan

jalan. Mobil mereka akhirnya melipir ke bengkel yang dimaksud Yoga. Bengkel itu adalah

sebuah bangunan berciri kolonial, sebuah rumah tua rupanya. 

Mereka melihat dua orang

sedang berbenah.

“Mang, bengkelnya masih buka?”, tanya Yoga kepada seorang yang dari pakaiannya adalah

montirnya. “Baru aja mau tutup. Kenapa mobilnya?”, tanya montir itu lantas. “Ini mang, kayanya

sih radiatornya”, jawab Yoga. 

“Wah, ini juga bukan bengkel radiator. Bisa aja dikerjain, ke

bengkel khusus radiator temen saya ga jauh dari sini. Tapi itu juga ga bisa sekarang, besok

pagi palingan”, terang si montir. 

“Ooh gitu ya mang. Ada bengkel lain ga yang deket-deket sini mang?”, tambah Boy bertanya.

“Udah pada tutup semua udah jam segini mah”, jawab si montir. 

Kemudian montir itu

menjelaskan bahwa kondisi mobil dengan gejala radiator bocor tidak dapat dipaksakan berjalan

karena bisa memperparah kondisi kerusakan mesin. “Bisa jebol kalo dipaksa jalan”, imbuhnya.

Lalu montir itu menyarankan agar mereka bermalam saja di bengkel itu. 

Besok sekitar jam 7

pagi montir itu berjanji sudah berada di bengkel untuk mengerjakan masalah radiatornya.

Kemudian montir dan pembantunya itu menaiki motor.

“Loh, mamangnya ga pada tidur di sini?”, tanya Yoga. 

“Engga. Ini mah bengkel aja. Rumah kita

di sana”, terang si montir sambil menunjuk ke jalan raya yang menuju arah Bandung, entah di

mana maksudnya. “Silahkan parkir aja di sini, tidur di mobil aja, aman lah”, pungkas si montir

sebelum berlalu dengan motor. 

“Terpaksa tidur di mobil kita ra. Ga papa ya….”, kata Boy kepada Dira kekasihnya meminta

pengertian. Boy merasa tak enak hati. “Ya… gimana lagi”, balas Dira. Diputuskan, Boy dan Dira

tidur di mobil mereka, pada kursi jok depan yang diseting menjadi posisi rebah. 

Boy di jok setir,

Dira di kursi jok sebelahnya. Mobil mereka adalah jenis jeep yang hanya ada jok depan dan

tengah.

Sementara Yoga dan Awan mengalah, mereka tidur di mobil lain yang terparkir di bengkel itu.

Entah milik si montir atau mobil yang sedang bermasalah juga. 

Mobilnya adalah jenis Pick Up

alias mobil losbak. Baknya berangka yang ditutupi kanvas. Ada 2 bangku memanjang pada sisi

kanan dan kirinya, mirip kursi jok angkot.

Meski bengkel itu letaknya persis di pinggir jalan raya namun suasananya sepi sekali. 

Mungkin

saat itu bukan waktu liburan akhir pekan sehingga kendaraan yang lewat baik mobil maupun

motor hanya satu-dua saja. Ditambah lagi sudah cukup larut malam, setengah 12. 

“Wan, ini malam apa ya?”, tanya Yoga kepada Awan. “Malam Jum’at”, jawab Awan. “Ohh..

malam Jum’at ya?...”, Yoga bertanya menegaskan. Awan terdiam. Mereka berdua mencoba memejamkan mata meski sulit. 

Selain tempat tidur yang darurat seadanya, mereka disibukan

dengan menepuki nyamuk-nyamuk yang berdatangan meski tidak seberapa.


Malam semakin larut, suasana semakin hening. Kendaraan juga seolah tidak ada yang lewat

lagi. Mereka berempat berhasil juga tertidur meski tidak pulas. Karena rasa letihlah yang

membuat mereka akhirnya dapat memejamkan mata. 

Di mobil, Boy meski tidur namun sesekali terbangun. Ia melihat sekeliling, …sepi sekali. Lalu ia

menoleh kepada Dira di sebelahnya, ia merasa kasihan kepada kekasihnya karena

“petualangan” ini. “Ini pasti pertama kalinya dia tidur di mobil”, batinnya saat melihat Dira. 

Kemudian Boy membenarkan letak jaketnya yang dijadikan selimut tubuh Dira. Ia pun bersiap

tidur lagi.

Mobil mereka diparkir tepat di depan pohon mangga yang besar. Posisi rebah Boy telentang

sehingga wajahnya menghadap ke pohon mangga di depannya. 

Ia melirik jam tangannya, pukul

2 dini hari, lalu kembali bersiap memejamkan mata. Namun disaat matanya belum benar-benar

terpejam ia melihat sesuatu pada dahan besar pohon mangga itu. 

Boy awalnya tak percaya atas apa yang dilihat, ada sosok seperti perempuan sedang duduk di

dahan pohon itu. Sosok itu mengenakan gaun putih dengan renda pada ujung lengan dan

bawahannya. Namun demikian meskipun duduk di atas dahan Boy tidak melihat kedua kaki

sosok itu. 

Dan wajah sosok itu.. Boy tidak dapat melihat jelas, hanya terlihat bagian dagunya dan sedikit

bagian pipi. Sedangkan sebagian besar wajahnya tertutupi rambutnya yang panjang berantakan awut-awutan. 

Dari posisi kepala sosok itu sepertinya ia sedang menatapi Boy. Boy hanya bisa diam terpaku, dia berusaha mencerna otaknya akan apa sebenarnya yang ada di hadapannya itu. 

“Kuntilanak….”, itulah akhirnya yang bisa Boy simpulkan. Ia ingat kepada film-film horor yang

menceritakan jenis hantu yang saat itu ia lihat secara langsung. 

Saat akhirnya Boy dapat

mencerna sosok apa yang ia lihat, tiba-tiba rasa takut mulai menderanya, tubuhnya gemetaran, jantungnya berdebar.

Niatnya ingin memanggil Dira yang tidur di sebelahnya namun lidahnya seperti kelu. 

Akhirnya ia terpikir untuk berdoa, doa apa saja yang dia bisa, dengan harapan dapat mengusir sosok

kuntilanak dihadapannya itu. Ia lalu memalingkan wajahnya dan memejamkan matanya,

mulutnya terus komat-kamit berdoa. 

Setelah sekian menit, Boy memberanikan diri membuka matanya dan menengadahkan

wajahnya menatap kembali ke dahan pohon mangga itu. Sosok kuntilanak itu telah hilang dari

dahan. Namun hatinya masih gusar, Boy belum yakin kuntilanak itu pergi begitu saja. 

Nafas Boy tersengal-sengal bagaikan habis berlari. Bibirnya mengucap, “Astagfirulloh…

astagfirulloh…astagfirulloh…”, sambil memejamkan mata mencoba meresapi zikirnya itu agar dapat mengendalikan rasa takut dan syoknya. 

Boy pun mulai merasa sedikit tenang, lalu ia membuka matanya kembali. Suasana masih

hening sekali namun sekarang terasa mencekam, tak ada suara kendaraan yang lewat. Ia

hanya mendengar suara derik jangkrik. 

Namun tak lama kemudian lamat-lamat ia mendengar suara tangisan perempuan yang pilu

sekali terdengarnya. Setelah itu berganti tawa kecil yang bernada ganjil; “kikik..kikik..kikik”. 

Suara itu itu terdengar jauh tapi dekat sekali di telinga, namun juga terdengar dekat tapi jauh sekali.

Tubuhnya kembali gemetaran, rasa takut menyerang kembali. 

Namun demikian Boy berusaha melawan rasa takutnya itu dengan berdoa sebisanya, terus berdoa, sambil diselingi dengan istigfar. 

#


Yoga dan Awan sudah cukup pulas tidur di tempat yang ala kadarnya itu. Awalnya memang

direpotkan oleh nyamuk, namun lama-kelamaan kebal juga. Lagi pula hawanya cukup sejuk,

tidak gerah, sehingga mereka merasa nyaman. 

Namun tidur Awan terusik oleh satu bunyi geraman, “GGRRR…GGRRR”. Awan menggeliat dari

posisi tidur miringnya, ia membuka matanya, awalnya dilihatnya Yoga yang tidur dengan posisi

miring pula mempunggungi dirinya di bangku seberang. 

Kemudian ia melihat ke bawah, ke

posisi kakinya yang berada di dekat pintu bak mobil.

Awan terkejut dengan satu penampakan, samar-samar karena minimnya pencahayaan ia

melihat anjing coklat besar menatap dengan mata garang berkilatnya. 

Entah itu anjing jenis

apa, pastinya besar, dikarenakan anjing itu dapat berdiri bertumpu pada kedua kaki

belakangnya, sedangkan dua kaki depannya seolah memegangi pinggiran pintu bak mobil. 

Awan terkejut dengan satu penampakan, samar-samar karena minimnya pencahayaan ia

melihat anjing coklat besar menatap dengan mata garang berkilatnya. 

Entah itu anjing jenis

apa, pastinya besar, dikarenakan anjing itu dapat berdiri bertumpu pada kedua kaki

belakangnya, sedangkan dua kaki depannya seolah memegangi pinggiran pintu bak mobil. 

Di sisi sebelahnya, di sisi Yoga tidur juga ada anjing berwarna hitam pekat, berdiri dengan

posisi sama persis dengan anjing yang dihadapinya. Anjing yang satunya itu menatap Yoga.

“Ka Yoga!, ka Yoga,…bangun!”, Awan mencoba membangunkan Yoga dalam paniknya. 

Yang dibangunkan awalnya hanya merespon dengan dengusan, “Hhmm!”. “Ka Yoga!, …bangun!”,

kali ini Awan setengah berteriak.

“Apaan sih!?”, respon Yoga sambil merubah posisi tubuhnya jadi menghadap Awan. “Itu lo liat

ke bawah...ada anjing gede banget…”, gumam Awan. 

“Anjing?....”, kata Yoga sambil merubah posisi tidurnya menjadi duduk. “Astagfirulloh!!...”, respon Yoga saat melihat makhluk yang ada di hadapannya. 

Kini Yoga dan Awan masing-masing berhadapan dengan anjing, Awan dengan anjing coklat, Yoga dengan anjing hitam pekat. Tubuh kedua anjing itu sama tinggi besarnya. Keduanya

mengeluarkan suara geraman yang berat, dan menyeringai menampakan gigi-geriginya yang

tajam mengerikan. 

Yoga dan Awan panik, mereka saling bertatapan dengan anjing dihadapan masing-masing.

Seolah menunggu akan segala kemungkinan termasuk kedua anjing itu naik ke bak mobil lalu

menerkam mereka. 

Namun tak dinyana, kedua anjing itu menurunkan kaki depannya dari pinggiran pintu bak mobil, kemudian berlalu hilang ke kegelapan. Yang mengherankannya

kedua anjing itu tindak-tanduknya berbarengan, seolah ada yang memberi komando. 

#


Keesokan subuhnya sekitar pukul setengah 5, mereka berempat bangun kemudian keluar dari

mobil. Keempatnya berjalan ke sekitar dengan maksud mencari masjid atau mushola terdekat

untuk menunaikan sholat Shubuh, sekalian hendak membasuh wajah dengan air sekedar 

menyegarkan diri dan juga buang air kecil di kamar mandinya.

Tidak jauh dari bengkel itu mereka menemukan mushola. Namun anehnya tidak ada

seorangpun yang sedang sholat di mushola itu, atau setidaknya masih melaksanakan doa

sehabis sholat, benar-benar kosong. 

Padahal lampu di mushola itu nyala dengan lampu bohlam

kuningnya. Mereka merasakan aura yang tidak nyaman, namun tidak berani berkomentar dan semuanya

hanya bicara seperlunya, namun tetap melaksanakan sholat Shubuh berjamaah di mushola itu. 

Setelah selesai dan kemudian berjalan kembali ke bengkel barulah Boy membuka suara

pertama, “lo pada ngerasa ada yang aneh ga sih aura di sini?”. 

Ketiganya menjawab, iya. Lalu

ketika Boy menanyakan apakah semalam mengalami kejadian mistis, Yoga dan Awan kembali

mengiyakan, kecuali Dira. 

#


Tahun 2009.


Tol Cipularang mulai beroperasi tahun 2005. Sejak saat itu kebanyakan orang bepergian dari

Jakarta ke Bandung dan sebaliknya lebih sering melalui jalan tol ketimbang jalur sebelumnya

yang melalui kota Purwakarta. 

Yoga sejak kemarin sore sudah berada di Bandung, dia bermalam di rumah nenek. Hari ini ia

bermaksud menjemput dan membawanya ke Jakarta. Ada acara keluarga besar digelar di

Jakarta yang perlu dihadiri nenek. 

Sebenarnya nenek di usianya yang sudah sepuh merasa enggan bepergian dengan mobil,

katanya ia suka merasa mabuk kendaraan di jalan. Sering merasa mual kemudian muntah,

maklumlah … “urang lembur”, demikian gurau nenek. 

“Yoga jamin nini ga bakal eneg. Kan mobilnya juga beda atuh ni jaman sekarang mah, udah

enakeun”, kata Yoga mencoba meyakinkan neneknya. 

“Ah sarua wae kata nini mah. Da emang ninina wae nu geus ripuh”, balas nenek. (Ah sama aja kata nenek. Emangnya nenek aja yang

sudah payah). 

“Pokonya kalo nini eneg, mual, mau muntah, nini bilang aja, nanti Yoga brenti dulu istirahat”,

balas Yoga mencoba lebih meyakinkan neneknya supaya tenang. Akhirnya jam 8 pagi mereka berangkat menuju Jakarta. 

Yoga merasa yakin neneknya akan baik-baik saja, dikarenakan dengan melalui jalan tol

Cipularang maka akan minim kelokan. 

Menurut Yoga yang membuat seseorang merasa mabuk apabila berkendara mobil adalah jalan yang berkelok-kelok sebagaimana jalur lama, jalur jalan biasa yang melalui kota Purwakarta. 

Sampai di tol Pasteur situasi masih aman, sang nenek masih ceria, tidak ada keluhan. Tak lupa

Yoga menyetel musik untuk menemani perjalanan sehingga suasana lebih terasa ceria. Namun ketika mobil memasuki jalan tol Cipularang suasananya mulai terasa tidak nyaman. 

Mulai di kilometer 97 nenek sering melihat ke bahu jalan, kemudian dia dengan nada cemas dia

berkata ke Yoga, “Ga, ga…eta aya jelma teu aya huluna” (Ga, ga… itu ada orang tidak ada

kepalanya). 

“Ga, ko itu ada pocong!?”. “Ga, banyak orang bajunya berdarah-darah berdiri di

pinggir jalan”. Yoga dibuat stres atas kelakuan neneknya itu. 

Hingga klimaksnya adalah saat nenek berseru, “Ga, itu ada yang berdiri ngehalangin…., Hei!!

Jangan ikut ke mobil saya!, sana keluar!, keluar!”, kata nenek gusar sambil menoleh ke kursi

belakang. 

“Ya Allah ni… Yoga jadi takut nih, kita brenti sebentar di rest area ya…”, kata Yoga

kepada neneknya sambil membelokan mobil perlahan ke arah kiri jalan ketika melihat papan petunjuk “Rest Area, 500 M”. 

“Eh, Eh, Eh Yoga!, hati-hati kamu nyetirnya!, jangan terlalu ke kiri, itu banyak batu nisan!. Awas

ngalindes kuburan!”, seru nenek.


Sebelum jalan tol Cipularang beroperasi, di tahun 2002 saat Boy, Dira, Yoga dan Awan dari

Bandung menuju Jakarta mengalami kejadian mistis adalah di daerah sekitar Cikalong, masih

wilayah Bandung Barat berbatasan dengan Purwakarta. 

Daerah itu jika ditilik dari segi radius saat jalan tol Cipularang sudah beroperasi maka termasuk dalam wilayah area kilometer 90-100.


- S E L E S A I -

Postingan populer dari blog ini

Misteri Suara Tanpa Wujud

Malam itu pekat tak berbintang, hujan sejak sore sudah mulai sedikit reda, menyisakan gerimis halus ... membawa kesejukan. Namun, membuat sekujur tubuh merinding juga. Bagaimana tidak, aku hanya sendirian di rumah kala itu. Ayah dan ibu sedang ke luar kota menjenguk kakak yang habis lahiran. Kebetulan aku tak ikut, karena sering mabuk darat juga karena perjalanan ke rumah saudariku itu terbilang cukup memakan waktu lama. Bisa pegal pinggangku kelamaan duduk dalam mobil. Malam itu, lepas makan semangkuk indomie kaldu dicampur cabe lima biji plus perasan jeruk nipis sebelah, cukup membuat badan sedikit hangat. Makanan penggugah selera itu selalu menjadi makanan pengusir dingin kala malam tiba dengan segudang hawa dingin yang mencekam. Musim hujan selalu membawa berkah bagi Mpok Iin, penjual indomie langgananku di sudut jalan depan. Stok jualannya selalu laris olehku, pecinta mie kaldu. Setelah habis melahap semangkuk makanan andalan, segera bergegas ke ruang belakang rumah. Dapur maksudn...

Privacy Policy

  Narastudio built the app as a Free app. This SERVICE is provided by Narastudio at no cost and is intended for use as is. This page is used to inform visitors regarding our policies with the collection, use, and disclosure of Personal Information if anyone decided to use our Service. If you choose to use our Service, then you agree to the collection and use of information in relation to this policy. The Personal Information that we collect is used for providing and improving the Service. We will not use or share your information with anyone except as described in this Privacy Policy. Information Collection and Use For a better experience, while using our Service, I may require you to provide us with certain personally identifiable information. The information that I request will be retained on your device and is not collected by me in any way. The app does use third party services that may collect information used to identify you. Link to privacy policy of third party service prov...

Lexi Terkencing-kencing

Beberapa hari setelah mendengar melisa yang sudah tiada, kami pun mencoba mengikhlaskan dan cuman mengingat melisa sebagai bagian kenangan yang indah waktu sekolah. Tampaknya bekas trauma dan sedih tentang melisa ini membuat kami benar2 enggan buat membahas dan mengingat2 kejadian maupun kenangan bersama melisa. Bahkan beberapa cew famous yg pernah membully si melisa merasa bersalah dan menemui ane buat menyampaikan permohonan maaf ke melisa (dipikirnya ane dukun apa bisa ngirim salam ke arwah). Ane bahkan sempet candain mereka uda ane sampaikan nanti melisa langsung datang sendiri ngobrol langsung dengan mereka, yang diikuti rasa horor dan kepanikan dari wajah2 cew famous ini wakakakakka. "eh besok sabtu, kita bikin tenda sendiri aja", ajak lexi "emang lu ada tenda?", tanya ane "ada keknya, tapi lupa aku taruh dimana nanti aku cek dlu", jelas lexi. "gua ada, tenang aja nj*ng, tapi tenda ku ne gede banget", ujar mister "ah bagus kalau gede, ...

Teman Kelas Ane Meninggal Misterius (PART 4)

 Teman Kelas Ane Meninggal Misterius (PART 4) Sekitar jam 8an malam ane akhrinya sampai di rumah. Emak ane ternyata lagi nonton tivi barenga adik2 ane. Sembari melepas baju di dalam kamar ane, telpon rumah pun berdering. Kebetulan karena memang di renovasi rumah ane, dari ruang tamu jadi kamar ane, ne telpon diinapkan di kamar ane. Mungkin disengaja apa kagak, tapi memang ne telpon rata2 berbunyi nyariin ane. Setelah berganti pakaian seragam rumah ane, celana pendek dan singletan, ane pun mengangkat ne telpon. Ternyata si melissa yang nelpon. Dia menanyakan dari tadi sore nelpon ane masih belum balik darimana. Ane pun menjelaskan habis ngajak shopping si billy yang pengen berubah dari bujang band malaysia jadi bujang band punk rock skaters. Kami pun terbahak-bahak dan ane menceritakan ekspresi si Billy yg menghabiskan 2 juta rupiah cuman untuk 3 kaos, 1 celana panjang dan 1 celana pendek wakakkakaka. Padahal dia niatan juga mau beli tas dan sepatu buat ke sekolah seperti si lexi da...

Me #2 -DOPPELGANGER-

 Waktu saya masih sekolah sd dan toko bapak masih rame" nya, saya lebih sering belajar sendiri karena orang tua saya sibuk sama pembeli. Malam itu seperti biasa saya lagi ngerjain pr dari sekolah sendirian. Di toko ini ada rak untuk barang yang di taruh di tengah sekaligus jadi pembatas buat sedikit ruangan di belakang yang biasa dipake buat shalat sekaligus tempat tidur orang tuaku. Nah saya belajar di situ sambil menghadap lorong yang ada di belakang rumah. Ngerjain pr sambil tengkurap karena ga pake meja, cuma beralas bantal biar dada ga sakit. Lagi fokus" nya saya ngerjain pr (nunduk) sekilas saya lihat di depan saya bapak lewat di lorong dari arah warung nasi ke kamar saya di timur (posisi toko ada di tengah) pakai gamis putih yang biasa bapak pake kalo pergi shalat jum'at. Saya noleh sebentar "oh mungkin bapak mau shalat di sebelah" pikir saya. Gak lama sekitar 5 menit saya lihat lagi bayangan mama di lorong pergi ke kamar timur pake baju tidur warna ungu,...

Pengalaman Bertemu Hantu/Jin (Chapter Jogjakarta)

Selamat datang di Jogja, Kami (makhluk ghoib) bukan hanya gossip Sahabat-sahabat ane yg pernah ane sebutin di chapter Palembang, semua berdiskusi mengenai pilihan universitas sebagai pijakan lanjutan pendidikan yg lebih tinggi. rata-rata sahabat ane memilih melanjutkan ke Universitas yg ada di Sumsel pula. Sedang ane, sepakat dengan si babay untuk melanjutkan ke Jogjakarta di Universitas yg terkenal dengan jaket warna tanahnya itu. Untuk memuluskan persiapan kami supaya dapat lulus, si babay menyarankan untuk ambil lembaga kursus intensif untuk persiapan SPMB. Neu**n yg berada di nyutran menjadi pilihan kami berdua dan setelah melaporkan biaya ke emak ane. Alhamdulilah emak ane setuju dan ane pun terdaftar di kursus ini. Rupa2nya emak si babay daftarin dia bukan di kursus sini, malah di pesaingnya. ini pegimane cerite, yg nyaranin malah ke tempat laen wakakkakakkaa. dengan penuh rasa tidak enak dan kekecewaan dengan emaknya, si babay berulang kali meminta maaf ane gansis.  Ya sudah...

PEMBERANGKATAN TERAKHIR

“Aku yakin betul naik kereta malam itu, tapi orang-orang melihat aku jalan kaki di atas rel.” KERETA MALAM -PEMBERANGKATAN TERAKHIR- A THREAD Kisah ini terjadi pada 2006 silam, kala itu santer rumor beredar mengenai 'pemberangkatan terakhir ialah kereta gaib'. Sila tinggalkan jejak, RT, like atau tandai dulu judul utas di atas agar thread tidak hilang atau ketinggalan update. Maleman kita mulai.  Ini sepenggal kisah yang sampai sekarang membuatku parno naik kereta di jam malam. Peristiwa itu amat melekat diingatan bagaimana aku menempuh perjalanan tanpa sadar JKT-YK dalam waktu hampir 5 hari tapi rasanya waktu berhenti di satu malam pertama--  --Aku yakin betul kalau aku menaiki kereta malam itu, tapi orang-orang melihat aku berjalan kaki sepanjang rel yang entah muncul dari mana.  Senin malam, 2006. Aku hendak pulang ke Yogya karena mendapat kabar bapakku sakit. Kala itu aku masih kuliah di salah satu Universitas Negeri di pinggiran Ibu Kota.  Karena dapat kabar men...

”Aku bertarung melawan setan yang tertanam dalam susuk sendiri.”

 “Aku seorang penembang panggung dan aku memakai susuk. Keputusan mencabut susuk kukira hal yang mudah. Tapi sekarang, aku bertarung melawan setan yang tertanam dalam susuk sendiri.” Tengah malam, di satu rumah berbilik kayu, seorang wanita bernama Taya tersentak dari tidur lalu mengerang kesakitan. Urat-urat di wajahnya membiru menonjol keluar menegang. Napasnya tercekat, membuat suaranya berhenti di tenggorokan—  “Kak!! Kakak kenapa?!” Sani, adik Taya satu-satunya panik ketika mendapati kakaknya meringis kesakitan. Ada yang tak biasa dari wajah Taya—di sekujur pipi, dagu dan kening menonjol garis-garis keras serupa jarum-jarum halus.  Sani menyadari sesuatu, buru-buru dia membekap mulut sang kakak agar tak bersuara. “Ssssssttttt” isyarat Sani pelan sambil menangis tanpa suara  Taya mengatur napas, kedua tangannya menggenggam erat sprei dan matanya mendelik ke atas menahan sakit. “KRENGG!!” Suara lonceng terdengar mendekat.  “KREENGG!!” “KREEENGGG!” Lonceng ter...