“Aku seorang penembang panggung dan aku memakai susuk. Keputusan mencabut susuk kukira hal yang mudah. Tapi sekarang, aku bertarung melawan setan yang tertanam dalam susuk sendiri.”
Tengah malam, di satu rumah berbilik kayu, seorang wanita bernama Taya tersentak dari tidur lalu mengerang kesakitan.
Urat-urat di wajahnya membiru menonjol keluar menegang. Napasnya tercekat, membuat suaranya berhenti di tenggorokan—
“Kak!! Kakak kenapa?!”
Sani, adik Taya satu-satunya panik ketika mendapati kakaknya meringis kesakitan. Ada yang tak biasa dari wajah Taya—di sekujur pipi, dagu dan kening menonjol garis-garis keras serupa jarum-jarum halus.
Sani menyadari sesuatu, buru-buru dia membekap mulut sang kakak agar tak bersuara.
“Ssssssttttt” isyarat Sani pelan sambil menangis tanpa suara
Taya mengatur napas, kedua tangannya menggenggam erat sprei dan matanya mendelik ke atas menahan sakit.
“KRENGG!!” Suara lonceng terdengar mendekat.
“KREENGG!!”
“KREEENGGG!”
Lonceng tersebut kian nyaring dan semakin mendekat. Sontak Kakak beradik tersebut nampak panik ketakutan.
Di dinding kamar yang terbuat dari selembar triplek memunculkan satu sosok siluet hitam tanpa kepala yang memegang lonceng.
Siluet itu kian besar, mendadakan sosok tersebut semakin dekat, hingga berhenti tepat di depan kamarnya.
Jarum-jarum dibalik kulit wajah Taya tercetak jelas, seolah tak lama lagi akan menembus dan mencabik-cabik kulitnya.
Dia menutup mulut dan menggigit tangannya sendiri sebisa mungkin tak bersuara.
Karena Jika bersuara, Taya akan mati.
“KRENGG”!
“KRENGG!!”
“KRENGGG!!”
Sosok tanpa kepala itu membunyikan lonceng sangat cepat yang mana setiap dentingnya membuat jarum-jarum yang tertanam dalam waja Taya semakin membesar dan terasa amat menyiksa.
Tak kuasa menahan sakit, kaki-kaki Taya menendang-nendang ranjang. Tubuhnya gemetar memberontak. Sani memeluk erat tubuh kakaknya seraya menahan agar hentakannya tak bersuara.
Sudah enam bulan mereka hidup di kejar kematian sejak Taya memutuskan untuk mengangkat Susuk yang telah dia tanam di dalam wajahnya.
Namun rupanya, tindakan tersebut mengantarkannya pada petaka.
Dukun yang sebelumnya membantu Taya seketika meninggal tanpa sebab.
“Dia akan menjemputmu setiap kliwon, kemana pun kamu lari, kamu akan tetap mati.”
Itu kalimat terakhir dari sang dukun saat Taya mengutarakan keyakinannya untuk melepas susuk.
Taya dan Sani saling memeluk erat membagi ketakutan satu sama lain. Beberapa saat, lonceng itu berhenti, dan siluat tanpa kepala itu melangkah menjauh.
Malam ini mereka selamat, namun entah bagaimana kliwon selanjutnya.
Sembilan tahun lalu, Taya memutuskan untuk menanam susuk dalam dirinya. Dia melakukan ijab Ritual dengan menyerahkan raganya pada iblis.
Setelah itu, Taya memiliki ikatan yang mengharuskannya bersetubuh dengan setan sekutunya.
Ketika ritual bersetubuh, Taya melihat sosok tersebut serupa lelaki perkasa yang gagah mengenakan pakaian khas kerajaan jawa kuno. Setelah bersetubuh, sosok itu lenyap dari pandangan mata—
–menyisakan wujud siluet hitam tanpa kepala yang menenteng lonceng berjalan menjauh. Lonceng juga menjadi benda wajib yang selalu dibawa Taya ketika manggung.
Dalam waktu singkat, Taya dikenal sebagai ‘Kembang Tembang’ yang membawanya laris manis dari panggung ke panggung.
Meski digilai oleh banyak pria, namun Taya tidak pernah awet dalam satu hubungan.
Menurut pengakuannya, beberapa lelaki yang pernah dekat dengannya kerap menajuh begitu saja seusai bersenggama.
Katanya, ketika mereke bersetubuh, laki-laki itu melihat wajah Taya berubah serupa nenek-nenek tua.
Semua berlangsung bertahun-tahun sampai dirinya merasa lelah dan memiliki keinginan untuk menikah. Taya merasa susuknya ini telah menghalangi dia untuk mendapat jodoh.
Tak hanya itu, karirnya memang melejit, namun masalah demi masalah tak pernah berhenti datang silih berganti. Taya kerap berseteru dengan orang-orang disekitarnya. Sampai satu waktu—
–Kedua orang tua Taya memutuskan untuk menjodohkannya dengan seorang ustad dari desa sebrang.
Namun naas, dalam perjalanan mobil mereka terguling ke jurang dangkal usai menghindari sosok tanpa kepala yang tiba-tiba menghadang mobil mereka.
Ada yang tak biasa dari ibu taya, di sakaratul mautnya, dia membisikan taya satu nama dukun.
Rupanya Ibu Taya dahulu juga memasang susuk. Perjodohan ialah satu upaya untuk melawannya.
Meski pun begitu, kecelakaan tersebut menewaskan kedua orang tua Taya di tempat, Kaki Sani harus diamputasi karena kejadian tersebut, dan Taya selamat, meski dia sempat koma beberapa hari.
Dalam koma, dia bertemu dengan sosok setan sekutunya, sosok itu mewujudkan dirinya yang mengerikan—tinggi besar, berbulu lebat dan tanpa kepala.
Sosok itu mengatakan bahwa Taya ialah permaisurinya, sampai kapan pun hanya akan menjadi miliknya.
Kejadian tersebut membuat dirinya sadar, bahkan keluarganya celaka karena ulahnya sendiri. Taya merutuk diri sendiri, dia memutuskan untuk melepas susuk. Namun dukun yang membantunya seketika meninggal.
Sejak saat itu, suara lonceng yang semula menjadi andalannya kini berubah menjadi denting yang menyiksa.
Setiap dengar suara lonceng tersebut, susuk dalam wajah Taya bereaksi seraya menusuk-nusuk sekujur wajah dan matanya.
Dia mencari pertolongan ke orang-orang pintar yang diketahuinya, terakhir, mereka akhirnya menemui sosok dukun yang dimaksud sang ibu sebelum meninggalnya, dukun itu bilang bahwa sosok itu akan tetap datang pada malam kliwon untuk menjemput Taya.
Dia mencari Taya dengan membunyikan lonceng agar taya kesakitan dan bersuara.
“Yang dapat kamu lakukan saat ini menghindar, jika bertemu dengan sosoknya setiap kliwon, jangan pernah bersuara, atau dia akan menemukan dan menjemputmu.”
Dukun itu meminta Taya segera mencari pertolongan, karena dirinya juga tidak sanggup untuk membantu Taya.
---Thread End—
Ada yang pengalaman atau tahu tentang susuk?
Mungkin bisa beri saran untuk narasumber (Taya). Dia sedang berjuang untuk lepas dari susuknya. Mari kita doakan yang terbaik untuk narsum.