“Aku melihat sosok kakek-kakek kurus, telanjang, dia berjongkok di dekat lemari sambil memakan janinku yang keguguran”
Sejak saat itu hidup keluarga kami sudah tidak lagi tenang.
“GETIH IRENG”
-SANTET DARAH TURUNAN-
Sebelum kita mulai, berikut beberapa potongan CCTV dari narsum yg berkaitan dengan teror di rumahnya,
Vidio 1 : kursi gerak
Vidio 2 : narsum nyaris tertimpa pot gantung.
Cerita kali ini lumayan bikin gw deg-deg’an sewaktu riset. Ada beberapa dokumentasi dari narasumber yg akan gw bagikan seiring thread berjalan.
Silahkan tandai, RT atau markah dulu judul utas teratas agar tidak hilang atau kelewat update-nya.
Bentar lagi kita mulai,
Mari kita mulai,
Panggil saja aku Rina, Aku seorang ibu dari satu anak yang berusia 7 tahun. Saat ini aku sedang dalam ancaman santet dari mantan selingkuhan suamiku yang katanya akan membunuhku dalam 4 bulan.
Sebelumnya, terima kasih Bang Jero yang telah memberi kesempatan untuk aku bercerita hal yang sebenarnya aku sendiri sudah ada di titik pasrah.
Bingung mau mulai dari mana, aku berpacaran dengan suamiku sudah cukup lama sejak aku masih SMA dan dia baru lulus kuliah,
kemudian memutuskan untuk menikah muda saat usiaku awal 20-an. Aku sudah sangat percaya sama suamiku meskipun rentang usia kami berjarak 8 tahun.
Semua bermula saat hari pernikahan kami, ditengah riuhnya acara pengisi musik, tiba-tiba aliran listrik padam. Kami menikah di gedung yang seharusnya menyediakan mesin diesel untuk supply listrik, beberapa saat tercium bau gosong yang amat pekat menyerbak di seluruh ruangan
Tamu-tamu sempat panik, dikhawatirkan ada aliran yg korslet sehingga menimbulkan kebakaran, namun setelah di cek, semua jalur listrik normal. Mesin diesel generator pun seperti hampir terbakar karena overheat, namun sumber bau gosong ini tampaknya jelas bukan bersumber dari sana
ketika petugas memeriksa bak air yang digunakan sebagai pendingin, rupanya di sana terdapat banyak sampah yang sampai menyumbat selang air. Sampah di bak kotrol itu berbau busuk karena juga ada bangkai-bangkai tikus di sana.
Kami gak habis pikir, bagaimana bisa ada manusia sejahat ini di hari yang sakral bagi kami. Setelah bak kontrol dibersihkan, aliran listrik akhirnya menyala lagi, dan bau-bau gosong di dalam ruangan pun hilang seketika.
Tiga hari setelah menikah, kami tinggal di rumah orang tuaku, setelah itu kami pindah ke rumah baru yang telah disiapkan suamiku. Rumah kami tidak terlalu besar, berada di tepi kota S di Jawa Tengah, sebrang rumahku itu ada kebun kecil milik warga sekitar.
Saat hari pertama kami pindah ke rumah itu, aku sangat terkejut melihat lantai rumah dipenuhi oleh tanah yang berserakan di tiap-tiap ruang.
Suamiku pun merasa aneh, menurutnya, sebelum ke sini, dia sudah menyuruh orang untuk membersihkan rumah. Suamiku langsung memanggil Pak Muri, tukang yang ditugaskan untuk bersih-bersih—
Pak Muri yang masih warga sekitar menghampiri rumah kami, dia pun kelihatan kaget dan sumpah-sumpah kalau sekitar dua jam lalu, dia dan istrinya sudah bersih-bersih termasuk pel semua ruangan.
Karena mungkin gak enak sama kami, Pak Muri langsung membersihkan lagi rumah itu, aku pun tanya ke suami,
“ada lagi yang punya kunci ini selain kita dan Pak Muri mas ? “
“Gak ada, kita punya 3 kunci. 2 ini ada di aku, 1 aku kasih Pak Muri.” Jawabnya bingung.”
Malam pertama di rumah itu rasanya panas banget, padahal AC sudah disetel di suhu terendah. Begitu pun malam-malam berikutnya, padahal daerah rumah kami tinggal ini termasuk dataran tinggi.
Tiap malam, aku merasa tidak nyaman, dapurku pun beberapa kali ada butir-butiran tanah yang entah bersumber dari mana.
Aku cerita sama ibuku. Mengikuti sarannya, aku pun melakukan syukuran rumah dengan menggelar pengajian dan mengundang warga sekitar.
Habis magrib, aku bersiap-siap di runah dibantu ibuku, suamiku masih diperjalanan pulang. Waktu itu, aku melihat sosok kakek tua berperawakan kurus mengenakan koko serba hitam menjadi orang pertama yang datang ke rumah.
Aku menduga itu ustad yang kami undang,
“Pak sudah datang, acaranya tapi mulai habis isya.” Sapaku,
Dia tidak menjawab, hanya mengangguk. Aku mempersilahkannya duduk, pergi ke dapur untuk menyuguhkan kopi.
Ibuku memintaku untuk menceritakan kejadian yang aku alami pada ustad, katanya agar didoakan.
Kuberikan cangkir kopi itu, dan pelan-pelan aku mencurahkan semua yang kualami di rumah ini. Ustad itu tak menjawab apa-apa, dia hanya manatap lurus ke arah pintu yang terbuka,
“Aku minta tolong didoakan pak, agar nyaman dan selamat.” Ucapku, kemudian pamit ke belakang karena tidak mendapat tanggapan apa-apa.
Tak lama, beberapa warga datang, dan suamiku pulang, dari dapur aku mendengar suaranya mengobrol dengan seseorang, aku menghampiri ke depan,
“Sayang, ini pak ustad Tata. Dia yang mimpin syukuran nanti malam.”
DEGG!!
Sumpah aku syok ketika sosok kakek tua berpakaian koko hitam tadi sudah tidak ada, dan kopi yang kusuguhkan pun masih utuh di tempatnya. Aku sempat keluar rumah memastikan ke sekitar, tapi sosok kakek tua itu benar-benar tidak ada.
Aku masih berpikiran positif, mungkin itu warga sekitar juga, cuma aku salah tangkap mengiranya ustad. Pengajian pun dimulai. Namun kalian tahu? Di tengah tahlil aku melihat sosok kakek tua itu lagi berdiri di depan rumah sambil menatap tajam dan--
dia menunjuk tepat ke arah wajahku, aku sempat menjerit spontan kaget, mencengkram lengan ibu yang duduk di sampingku. Entah kenapa aku merasa takut banget, seperti terintimidasi.
“kenapa?” tanya ibu
Tapi saat aku melihat lagi ke depan, sosok itu sudah tidak ada.
Aku cerita sama suamiku, tapi dia tidak percaya, dia bilang “kalau pun benar, paling itu warga.”
Setelah malam itu, aku sering mimpi aneh, beberapa kali juga aku mimpi kakek-kakek itu dalam rupa menjijikan, kurus kering, air liurnya menetes, dia seperti ‘maaf’, cabul.
Sosok itu berupaya memperkosaku dalam mimpi, itu terus berulang, aku benar-benar tidak nyaman dan merasa was-was di rumah sendiri.
Semakin lama, bukan hanya hawa rumah yang panas, tapi hubungan rumah tangga kami juga seperti sumbu pendek, kami kerap kali bertengkar untuk hal-hal yang sebenarnya sepele.
Beberapa bulan setelah menikah, aku hamil anak pertama, semejak hamil hampir setiap hari aku menyapu rumah dan menemukan tanah-tanah gempur berserakan.
Kala malam, aku mencium aroma amis, suara-suara gemuruh seperti taburan pasir juga terdengar di atap rumah. Beberapa kali dari kamar, aku mendengar suara derap langkah kaki berlarian di ruang tengah, tapi ketika diperiksa, tidak ada siapa pun.
Memasuki kehamilan trisemester ke tiga, aku sering bermimpi kakek-kakek tua itu lagi, bahkan sampai terasa amat nyata ketika aku melihat kakek-kakek itu bergelantungan di pilar-pilar kamar--
air liurnya menetes ke wajahku, saat aku mau teriak, leherku seperti tercekat, kakek tua kurus itu telanjang, tulang-tulang rusuknya terlihat jelas sakin kurusnya seperti hanya tinggal tulang berlapis kulit.
Kakek itu lompat atas badanku, dia memperkosaku, aku berusaha berteriak sampai akhirnya aku sadar setelah wajahku ditepuk-tepuk suami. Ternyata aku erep-erep sambil menyentak perut.
Suamiku kaget melihat aku menangis ketakutan, perutku pun sakit banget, aku pendarahan banyak dan langsung dibawa ke rumah sakit terdekat sampai aku dinyatakan keguguran.
Sedih banget rasanya hari itu, aku merasa gagal menjadi seorang ibu, merasa bersalah juga ke suami, ada yang pernah merasakan posisi itu gak sih? :(
Stress banget rasanya,
Parahnya lagi, malam pertama setelah aku keguguran, tengah malam aku terbangun mendengar suara desas napas seperti orang mengunyah, ketika aku bangun, disudut kamar, ada sosok kakek-kakek kurus itu sedang jongkok membelakangiku seperti binatang lagi makan sesuatu.
Aku ketakutan setengah mati, kemudian dia berbalik cepat memperlihatkan apa yang dimakannya ternyata ialah janin bayi, yang mana aku seketika menganggap itu adalah janinku yang keguguran.
Sontak aku berteriak histeris, suamiku bangun, aku tantrum dan meracau mengatakan berulang-ulang
“DIA MAKAN ANAK KITA!!"
Setelah itu, kami sama-sama mendengar suara gemuruh seperti taburan pasir yang diakhiri dengan suara ledakan di atap rumah.
Suamiku kaget, dia memelukku sepanjang malam. Pagi harinya kami menemukan tanah basah dan kembang-kembang setaman di sudut belakang rumah
Suamiku akhirnya percaya kalau ada yang tidak beres, Hari itu dia tidak berangkat kerja, aku diajaknya ke rumah kenalan yang dikenal sebagai ‘orang pintar’. Aku sangat terkejut ketika mendengar dengan telingaku sendiri kalau katanya--
“Ada orang yang mengirim santet dan menyasar istrimu. Harus segera dibereskan, karena targetnya nyawa, dan keguguran kemarin itu bukti nyata bahayanya”
Mendengar itu, aku nangis sejadi-jadinya, rasanya sepanjang hidup aku tidak pernah jahat sama orang lain.
Kenapa ada manusia yang setega ini padaku. Aku mengoreksi diri barangkali ada orang yang pernah tersakiti olehku tanpa sadar, namun tiba-tiba suamiku mengakui kalau sebulan sebelum pernikahan kami, dia berselingkuh.
Suamiku tergoda dengan perempuan di kantornya yang merupakan bawahannya, sampai seminggu sebelum pernikahan, suamiku bersetubuh dengan perempuan itu.
Sadar melakukan hal yang salah, dan takut ketahuan, dia memutuskan hubungan mereka, karena perempuan itu terus menuntut sampai menerornya, suamiku memutuskan untuk memecat perempuan itu,(Fyi, suamiku bekerja sebagai HRD di kantornya).
Merasa tidak terima, saat hari pemecatan, perempuan itu mengatakan sumpah serapah sampai mengancam suamiku,
“Mas, aku bersumpah rumah tanggamu tidak akan bahagia dan kamu akan kembali padaku”
Itu kalimat terakhir yang diucapkan perempuan tersebut.
Sejak hari aku mengetahui perihal santet itu, rasanya teror yang terjadi di rumah kami berkali-kali lipat lebih intens. Aku merasa rumah kami sangat ramai dan panas saat malam.
Bersama orang pintar itu, kami melakukan ruwatan rumah setiap hari weton lahirku yang kami laksanakan terus menerus selama beberapa bulan sampai akhirnya aku merasa semuanya telah membaik dan masih di tahun yang sama, aku hamil lagi.
Semasa hamil, aku memilih lebih sering tinggal di rumah ibu, karena sejujurnya aku masih trauma. Sebisa mungkin aku mendekatkan diri pada yang kausa untuk memohon perlindungan.
Anak perempuanku lahir normal, dia tumbuh menjadi anak spesial meski terkadang emosionalnya tidak terkendali, anakku sering tantrum kala malam, aku masih berpikir itu hal yang wajar pada anak kecil.
Sampai pada waktu aku hendak membuat perayaan kecil-kecilan untuk ulang tahunnya yang ke 7 , aku membeli beberapa kg daging merah yang kusimpan di lemari pendingin untuk diolah besok.
Namun, saat hendak di masak, daging itu mendadak tidak ada di kulkas, aku mencarinya ke mana-mana, tapi tidak ketemu. Saat aku masuk ke kamar anakku, ada sisa daging bekas di gigit berserakan di atas kasurnya—
dan anakku pingsan di lantai, saat sadar, dia meracau tantrum mengatakan,
“AKU MAU DARAH!!!”
Aku kaget dan ketakutan sembari mencoba menenangkan anakku. Malam berikutnya aku mimpi sosok kakek-kakek kurus itu lagi yang sudah bertahun-tahun sebelumnya tidak pernah muncul.
Dimimpiku, dia sedang menjilati anakku, namun anakku tampak nyaman dipeluk olehnya, bahkan dia berpaling tersenyum padaku.
Pikiranku sudah kemana-mana, aku bercerita ke suami tapi kami juga bingung apa yang harus dilakukan. Hari-hari selanjutnya hawa rumah seperti kembali ke masa kami baru menikah, suara-suara taburan pasir terdengar kala malam.
Paling parah, keramik kami seperti meledak dan di dalamnya penuh dengan tanah kubur serta kembang-kembang. Banyak kelabang keluar dari sela-sela keramik.
Suamiku memasang CCTV di rumah kami agar dia dapat memonitor saat bekerja.
Banyak kejanggalan yang terekam di kamera seperti, kursi-kursi terbalik sendiri, helm yang terlempar, bahkan aku beberapa kali hampir celaka, salah satu yang terekam ialah waktu aku hampir saja tertimpa pot gantung.
Aku jadi sering berhalusinasi melihat hal-hal yg tak nyata, salah satunya waktu masak, sop daging tetelan yang aku rebus seketika berubah di mataku menjadi kepala kerbau yg masih mengalir darah segar.
Aku berteriak histeris, namun beberapa saat , sup itu kembali seperti semula.
Entah apa yang terjadi pada diriku, aku sering mencium bau-bau amis busuk, aku menemukan banyak jeroan seperti usus, jantung dan paru hewan berserakan di lantai rumah, juga pernah aku berhalusinasi melihat bangkai tikus tercabik-cabik di dalam lemari.
Tapi ketika aku memastikan lagi, semua itu tidak ada. Aku sangat tertekan dan sempat berpikir ingin bunuh diri., Tiba-tiba saja emosionalku meledak-ledak, ketakutan dan merasa gak kuat.
Untung waktu itu aku sadar saat mendengar suara anakku nangis melihat aku menyayat-nyayat tangan sendiri.
Aku jadi jarang makan, karena setiap makanan yang kumakan seketika dimataku berubah menjadi hal-hal yang menjijikan, seperti belatung, darah hewan. Aku sangat gak kuat, kesehatanku menurun, aku merasa seperti sudah gila dan psikologisku terganggu.
Suamiku meminta tolong lagi pada temannya, namun kali ini dia mengatakan kalau santet itu sudah mengakar semakin kuat, sampai ke darah turunan—artinya yang terdampak bukan hanya aku, tapi juga anakku.
Aku menangis sejadi-jadinya, suamiku memohon untuk dapat dibantu, sampai akhirnya dia mengajak kami ke daerah kabupaten S untuk meminta bantuan ke guru spiritualnya yang biasa dipanggil Pak Yai,
Di sana, Pak Yai seperti tersentak saat melihat kami. Dia menjelaskan bahwa kami terjerat santet ‘Getih Ireng’ yaitu santet yang menjalar lewat darah sehingga dapat menyasar garis turunan.
Aku dan Anakku di Ruqyah, tapi saat itu, aku tidak ingat apa pun selain merasakan panas disekujur tubuh. Tapi kata suamiku, saat di Ruqyah aku mengamuk meraung-raung, bahkan mencekik anakku sendiri, aku sempat bilang ke anakku,
“KITA MATI SAMA-SAMA YA” sambil tertawa,
Tapi aku gak ingat apa pun. Begitu pun anakku yang juga histeris saat sedang di Ruqyah, tapi dia meracau aneh terus mengatakan hal yang sama,
“AKU MAU IKUT BAPAK. IKUT BAPAK!”
(itu sampai skrg aku gak mengerti, tapi seketika aku teringat mimpiku diperkosa kakek tua itu)😭
Pak Yai bilang, dampak santet itu telah menjerat anakku sejak dalam kandungan, pada usia tertentu dia akan dijemput, seperti “Tali Ghaib” yang hanya menunggu waktu.
“4 Bulan dari sekarang, jika tidak ditolong, maka kamu harus siap dengan kemungkinan terburuk—istri dan anakmu terancam” Pak Yai mengatakan itu kepada suamiku di depan mataku sendiri.
Kami menuruti saran dari Pak Yai untuk hijrah sementara dari rumah tersebut, aku sekeluarga mondok di tempatnya dan kami rutin diruqyah juga melakukan ruwatan diri.
Seiring waktu, aku merasa jiwaku lebih stabil. Atas izin Pak Yai, kami pun pulang ke rumah.
Beberapa kejadian aneh di rumah sudah tidak sesering dulu, walaupun sesekali masih ada. Aku juga sudah tidak berhalusinasi lagi, namun anakku sampai sekarang masih sering tantrum dan beberapa kali seperti orang ‘kerasukan’.
Aku cuma berharap semua ini benar-benar berakhir. Kami sempat mencari perempuan itu, ketika mendapati alamat barunya, perempuan itu seperti menghindar untuk ditemui.
Mohon doanya agar keluargaku selalu diberikan keselamatan.
----Thread End---