Karudiman
"Kusir tanpa kepala"
A Thread
--MARI KITA MULAI---
Satu desa tertutup yang berada di ketinggian jawa tengah dan jauh dari peradaban kota tengah diguyur hujan deras terus-menerus yang memadamkan kemenyan sesajen, serta dupa yang seharusnya menyala sepanjang hari dibawah pohon-pohon besar menjalar.
Sejak kematian Mbah Apu (Kuncen), tatanan ritual rutin yang dilakukan satu desa menjadi berantakan,
Konon, hal tersebut diduga menjadi pemicu kematian beruntun warga desa yang bunuh diri tanpa sebab yang pasti.
Patung delman yang menjadi simbol khodam penjaga Desa menjelma menjadi momok yang menakutkan.
“TUK-TIK-TAK-TIK-TUK-TIK-TAK-TIK—”
“Husss! Kamu jangan nyanyi lagu itu lagi” ujar seorang bapak pada anak perempuan kecilnya,
“kenapa pak?”
“Pokok-e ndak boleh, Sudah, masuk kamar, tidur sama ibuk!” Perintah Bapak.
Raut wajah bapak tampak gelisah.
Lagu anak tentang naik kuda delman menjadi lagu yang sejatinya sering diajarkan orang tua pada anak-anaknya untuk dinyanyikan bersama saat upacara ritual adat saparan, atau pun selametan sedekah bumi yang menjadi acara rutinan desa.
Mereka menjunjung sosok makhluk yang dikenal bernama “KARUDIMAN”.
Seorang petapa yang moksa saat tengah semedi di hari ke 119.
Karudiman hilang begitu saja bersama kudanya dan hanya menyisakan kereta delman yang kini menjadi simbol desa—sosoknya dipercaya menjadi leluhur desa yang menjaga kemakmuran.
Ritual sesembahan untuk Karudiman selalu rutin dilakukan setiap tahun, jika saja ritual dilewati, maka desa dapat mendadak menjadi kekeringan, tandus dan warga menjadi gagal panen.
“eneng opo pak?” Ibu menatap bapak yang tampak sedikit keras dan cemas.
“kuwi lho buk, mau bengi anake pak manto loro lorone mati sakwise krungu suoro dokar” (itu lho bu, tadi malam, anaknya pak manto dua-duanya mati habis dengar suara delman)
Bapak membisik agar suaranya tak didengar oleh anak perempuan satu-satunya yang sudah lebih dulu memeluk bonekanya di kamar—
“Dipendhet Karudiman” (Dijemput/diambil Karudiman)
Mendengar nama tersebut, situasi mendadak hening. Ibu melangkah ke kamar meninggalkan bapak di ruang tengah dengan kecemasan yang sama seperti bapak.
Sejak meninggalnya Mbah Apu, Karudiman yang sebelumnya dipuja menjelma menjadi teror delman penjemput nyawa yang membuat warga desa tidak berani keluar dan menutup pintu rumah mereka rapat-rapat setelah surop (magrib).
Tengah malam, kala senyap, suara lonceng delman membangunkan Bapak. Betapa terkejutnya dia kala mendapati Anak perempuannya tidak ada di kasur mereka. Bapak membangunkan ibu,
“Buk—buk! Rani Mana?”
Ibu terbangun gelagapan, mereka menelisik kamar mencari anak perempuan tersebut. Ibu menelusuri ruang tengah lalu berlanjut memeriksa dapur.
Sedangkan bapak mencari ke halaman belakang, gerimis dan kilatan guntur masih mengerlip di langit gelap.
Bapak memeriksa bilik kamar mandi yang terbuat dari anyaman bambu beratap asbes seadanya.
Bapak tak menemukan apa pun di dalam kamar mandi selain air dalam ember penampung yang menggolak seperti habis dikayup.
Tak jauh dari kamar mandi, ada sumur dan kandang ayam yang tak biasanya ayam-ayam ramai berkokok di tengah malam.
Baru hendak melangkah memeriksa sumur, suara benda terjatuh membentur lantai dari dalam rumah terdengar keras.
Bapak bergegas menuju ke dalam rumah, kedua matanya melebar kala melihat kursi terbalik dan tubuh ibu menggantung tambang yang mengait di plafon.
Badan ibu melayang-layang dengan kondisi tak wajar—kulit-kulitnya pucat agak membiru, bola matanya melotot seakan akan keluar, dan gigi-giginya mengigit lidah yang menjulur keluar.
“IBUKK!!”
Bapak berpacu dengan kejut jantungnya, baru akan menghampiri jasad ibu, suara Rani, anak perempuan yang dicari memanggil dari halaman belakang,
“BAPAK!”
Bapak berbalik badan, buru-buru dia melangkah menuju sumber suara yang menuntunnya ke sumur.
Benar saja, garis lurus di hadapannya tampak sosok Rani melangkah pelan ke arah sumur sambil bernyanyi pelan dengan nada mengayun—
“Pada hari kamis kuturut si-mbah ke rumah,
Naik delman Mbah Diman kududuk di muka—”
Lagu anak itu dinyanyikan dengan lirik yang diganti. Lalu, dari kejauhan terdengar suara kaki-kaki kuda dan lonceng kereta delman melaju mendekat.
Bapak Panik, raut wajahnya cemas ketakutan.
Kaki-kakinya tampak melemas, dia mengumpulkan sisa-sisa tenaganya untuk berlari menuju sang anak yang terus berjalan ke mulut sumur yang mana di saat bersamaan suara lonceng delman tersebut juga kian mendekat.
Namun, dia terlambat tiga langkah di belakang—Rani tiba-tiba melompat ke sumur tepat di depan matanya sendiri.
“RANII!!!!” Bapak berteriak histeris.
Dari belakang bapak berjalan sosok kakek bungkuk dengan langkah menyeret, bapak yang menyadari keberadaan sosok tersebut mendekat padanya seketika mematung, napasnya tersengal, bapak tak cukup berani untuk menoleh.
Saat sosok itu tiba tepat di belakangnya, bias cahaya lampu menampilkan bayangan sosok kakek bungkuk itu tanpa kepala, Secara mengejutkan seutas tambang membekap leher Bapak.
Sosok itu menyeret bapak yang terkapar di tanah. Tambang yang mengikat leher bapak itu di kaitkan ke kereta delman, kemudian delman itu melaju sambil menyeret tubuh bapak yang tersarut jalanan tanah berbatu.
Sosok itu bersenandung lagu anak “Naik Delman” yang tadi dinyanyi oleh Rani dengan alunan nada yang pelan dan mengayun, seraya lagu tersebut tak ubahnya mengiringi bapak dijemput kematian.
--Thread End--
Sosok Karudiman dan lagu naik delman sampai saat ini masih legenda yang menjadi momok bagi kampung tersebut.
Tapi akhir-akhir ini, gue banyak menemukan lagu anak yang menjadi identik dengan mistis ya,
buat kalian sendiri, lagu anak apa yang terdengar agak nyeremin ? ...