Di Jakarta Bapak membuka usaha kelontong yang berjalan dengan lancar. Mama pun berinisiatif membuka warung nasi sebagai usahanya. Bukan karena merasa penghasilan usaha bapak kurang, tapi karena mama tidak mau sepenuhnya bergantung pada suami. Mama memang terkenal pandai memasak, alhasil warung nasinya pun selalu ramai.
Mama memulai usaha warung nasinya saat aku kelas 4 sd dan adik laki-laki ku berumur 3 tahun bernama Hasan. Sering kali guru-guru memintaku untuk membelikan makan siang di warung nasi mama. Aku memang termasuk murid yang dikenal semua guru karen tergolong murid yang pintar. Apalagi wali kelasku saat kelas 4 sd namanya bu Mumu. Beliau selalu bersikap lebih sayang padaku. Kadang sampai teman-temanku merasa beliau pilih kasih karena bagi murid-murid lain bu Mumu terkenal galak dan ditakuti.
Selain guru-guru lain, bu Mumu yang paling sering menyuruhku melakukan tugas di luar pelajaran. Seperti membelikan makanan, alat-alat tulis, membantunya mengoreksi ulangan atau menggantikannya menulis rangkuman pelajaran di papan tulis yang membuat tangan benar-benar pegal. Padahal itu seharusnya tugas sekretaris kelas.
Sebagai gantinya bu Mumu sering membiarkanku tertidur saat pelajaran (karena aku tipe orang yang bisa tidur di mana saja dan kapan saja saat memgantuk). Pernah saat istirahat dan aku pulang mengambil nasi dan memakannya di kelas bu Mumu masuk karena jam istirahat sudah habis. Dan melihatku belum selesai makan. Beliau malah menyuruhku untuk meneruskan makan sambil mengikuti pelajaran. Sampai teman-temanku menatap dengan iri dan aku hanya nyengir kuda kesenangan.
Mereka pikir "kalau kita mah boro-boro. Yang ada malah dilempar penghapus duluan
Entah ini musibah atau anugerah emoticon-Peace
Lulus sd bapak memutuskan untuk menyekolahkanku di pesantren. Meskipun Mama berat hati membiarkanku hidup sendiri jauh dari orang tua, tapi Mama tetap menyemangatiku agar mau bersekolah di sana. Padahal aku mah santai-santai saja meski harus bersekolah di tempat yang jauh, hehe..
Saat aku masuk pesantren aku mendapat kabar Mama hamil, dan saat libur kenaikan kelas dan aku pulang aku sudah punya adik perempuan yang berusia 3 bulan dan namanya Ervina. Rasanya aneh karena aku tiba-tiba punya adik perempuan yang muncul tanpa aku lihat proses saat dia masih dalam kandungan atau saat dia lahir. Jika aku dan adik laki-laki ku Hasan, punya wajah yang mirip berbeda dengan Ervina. Entah dia mirip siapa hahaha. Ada yang bilang ia mirip bibi (sepupu bapak) ada juga yang bilang dia mirip Nyai (orang tua mama kami panggil Mak We' dan Pak We' dan orang tua bapak kami panggil Nyai dan Kai)
Setelah kelahiran Ervina usaha bapak dan mama mengalami penurunan. Bahkan sangat drastis dibanding saat sebelum aku masuk pesantren. Makin lama perkonomian keluarga kami makin sulit. Tapi orang tua kami tidak berpikiran negatif, hanya mengannggap ini memang garis hidup yang sudah Allah tentukan.
Meskipun aku jauh terpisah aku paling sering mendapat firasat aneh lewat mimpi. Aku bermimpi Bapak yang berjalan tertatih tatih karena salah satu kakinya putus. Bapak menatap sedih ke arahku seperti menahan tangisan dan rasa sedih yang menusuk.
Pagi harinya sebelum berangkat sekolah aku langsung pergi ke wartel menelpon ke rumah.
Tuuut... Tuuut....
Klek.
"Assalamu'alaikum..." ucap mama di seberang telepon
"Wa'alaikum salam. Mama lagi apa?" aku bertanya membuka obrolan
"Lagi di warung. Kenapa Na? Minta kirim bayaran ya? Udah lewat ya waktu bayaran spp nya?" mama bertanya lembut.
Aku terdiam sesaat karena ragu apakah aku harus memberitahu soal mimpi itu atau tidak.
"Enggak ma, bukan bayaran. Kalo mama belum ada uangnya biarin aja dulu nanti Nana minta dispensasi ke kepseknya biar tenggat waktunya diperpanjang" kudengar mama menghela napas, sedih. Mungkin merasa bersalah karena aku harus ikut melalui masa-masa sulit ini
"Mm.. Anu ma... Mmm." aku masih benar-benar ragu
"Anu kenapa Na? Udah ngomong aja"
Kukumpulkan keberanianku untuk berbicara. "Itu.. Semalem Nana mimpi. Bapak.. Kakinya buntung sebelah."
"Astaghfirullahal 'adzim.." mama sedikit kaget dan juga sedih.
"Bapak sehat-sehat aja kan ma?" tanyaku memastikan.
"Alhamdulillah bapak sehat, di sini semua sehat. Ga usah dipikirin, mungkin cuma mimpi biasa" mama mencoba menenangkanku. Setelah mengobrol sebentar akhirnya aku berpamitan pada mama untuk sekolah. Karena juga uangku tidak cukup untuk membayar tagihan telponnya jika lebih lama dari itu.
Bukan apa-apa aku hawatir berlebihan. Karena sering kali, bahkan terlalu sering mimpi-mimpi yang kualami benar-benar terjadi di kemudian hari. Bahkan untuk hal-hal kecil dan sepele seperti mimpi kejedot jendela atau sekedar mimpi sedang mengobrol dan bercanda dengan teman-temanku yang benar-benar terjadi sama persis seperti di dalam mimpiku.
Beberapa bulan kemudian aku bermimpi lagi ada seekor ular yang sangat besar melebihi pohon kelapa. Sedang melingkar dan tubuhnya memenuhi seluruh ruangan di rumahku. Jenisnya seperti ular sanca dengan sedikit belang-belang putih di tubuhnya. Tapi ular itu hanya diam menatapku tanpa melakukan apapun. Akupun segera menelpon mama dan memberitahukan apa yang ku mimpikan.
Saat libur dan aku pulang ke rumah mama pun menceritakan semuanya. Bahwa ada dua orang yang berniat buruk kepada keluarga ku dan ingin mencelaki keluargaku juga membuat usaha orang tuaku bangkrut.
Padahal orang tuaku tidak pernah menyakiti atau menyusahkan orang lain. Aku tak habis pikir kenapa ada yang tega melakukan hal itu hanya karena alasan persaingan usaha. Yang lebih menyakitkannya lagi salah satunya adalah adik bapakku sendiri.
*ceritanya akan saya lanjutkan ke bagian kedua.