Langsung ke konten utama

Dalang ditemukan tewas saat mencoba memp*rkosa sindennya.

 “SINDEN BUKANLAH PELACUR YANG BISA KALIAN ‘PAKAI’ SEENAKNYA!”, ucap Rinjani sebelum pingsan di samping jasad si dalang yang kepalanya sudah melintir dengan tusuk konde yang menancap di telinga.



Di pedalaman Trenggalek, ada sebuah urban legend tentang sosok arwah sinden yg gemar mendatangi dan merasuki sinden-sinden cantik dgn suara yg indah.


Namun, dalam satu pagelaran, akan ada korban yg hilang.


Mengapa?

Sila tandai, Like atau tinggalkan jejak, nnti malam kita mulai 

Cerita tentang sinden ini bukanlah rahasia umum lagi, terutama di dunia kesenian tradisional

tanah Jawa, yaitu pewayangan. Sinden merupakan kunci utama untuk menampilkan eloknya

iringan lagu dengan nyanyian yang terdengar menyayat meski merdu. 

Namun di balik elok dan wibawa wanita yang menjadi sinden, nyatanya profesi sinden sering

dikaitkan dengan “wanita penghibur”. Ya, tak jarang pria-pria berkantong tebal “menawar”

mereka dari balik panggung ketika pagelaran usai. 

Bukannya melindungi, sosok dalang – yang biasanya menjadi pemimpin dalam sebuah

pagelaran – seringkali malah “menawarkan” sinden-sinden asuhannya ke pihak lain. Selain

adanya intimidasi dari si dalang, 

persaingan untuk menjadi sinden utama juga menjadi

alasan sinden baru untuk ‘struggling’ dan menuruti kemauan si dalang. 

Bisa dikatakan profesi sinden ini sangat rawan dan minim perlindungan. Dan karena alasan

ini pula, kisah nyata “Sinden Gaib” akhirnya tercipta – hingga kini menjadi legenda. 

Dikisahkan, pada sebuah desa di pedalaman Trenggalek, ada mitos tentang adanya sosok

sinden gaib yang sering merasuki sinden-sinden yang ada di sana.


Mitos ini mulai merebak pada era pertengahan tahun 1968-- 

Kala itu, seorang dalang

ditemukan tewas dengan tusuk konde yang tertusuk di telinganya, hingga menembus

pangkal otak. Posisi kepalanya melintir ke belakang. 

Ketika ditemukan oleh warga, seorang sinden muda – sebut saja Rinjani (nama samaran) – sedang duduk bersimpuh di samping jasad si dalang. Diketahui juga, dalang itu belum lama merekrut Rinjani untuk menjadi salah satu sinden dalam pagelaran wayangnya. 

“Sinden iku udu upruk kang iso dinggo sak senengmu (Sinden itu bukanlah pelacur yang

bisa kalian ‘pakai’ seenaknya),” ucap Rinjani lirih, sambil tersenyum sebelum ia pingsan. 

Saat Rinjani sadar, ia menangis. Ia mengatakan kalau sebelumnya dalang itu berusaha untuk memperk*sanya.


Namun setelahnya, ia lupa apa yang sudah terjadi. 

Para warga sejatinya sulit mempercayai tragedi itu, sebab sang dalang punya reputasi sebagai sosok yang sangat berwibawa di desa itu.


Untunglah sinden-sinden lain mulai

berani buka suara, sehingga terkuak, bahwa dalang tersebut memang cabul. 

Sejak saat itu, kematian-kematian yang berhubungan dengan sinden semakin marak terjadi.


Suatu malam, kembali diadakan sebuah pagelaran tari “privat”. Hadirlah para sinden muda

dan penari bertubuh molek. 

Hadir pula para petinggi daerah hingga cukong-cukong berkantong tebal. Ketika sinden mulai bernyanyi dan para penari mulai menunjukan lekuk tubuh mereka, orang-orang kalangan rakyat mulai menyawer mereka. 

Di sisi lain, para petinggi sedang asyik melihat-lihat. Memilah-milih “hidangan spesial” mana yang nanti akan mereka “bungkus”.

Lekuk tubuh penari yang anggun dan suara sinden yang merdu, menjadi buruan utama bagi mereka. 

Acara kesenian yang seharusnya dihelat untuk melestarikan budaya tradisional, saat itu malah digunakan sebagai ajang 'perzinaan'. 

Di pertengahan acara, semua sinden kompak menyanyikan salah satu lagu tembang terkenal di Trenggalek.


Namun tiba-tiba, salah seorang sinden menyanyikan lagu berbeda. 

Sinden ini sempat diingatkan oleh sesama sinden lain, namun ia tidak menggubris. Volume suaranya justru semakin meninggi. 

Sinden-sinden lainnya akhirnya berhenti bernyanyi, ketika menyadari ada sesuatu yang janggal. Sesaat kemudian, seluruh pemusik pengiring juga ikut terdiam.


Seorang sinden satu ini, terus melantunkan tembang Jawa, dengan corak khas ‘Banyuwangian’. 

Semua orang di sana terpaku ke arah sang sinden. Beberapa sinden lain berusaha menyadarkannya. Namun, sang sinden hanya tersenyum. Ia terus bernyanyi.


Tak lama, satu per satu penabuh gamelan berteriak histeris. Di luar dugaan, mereka semua kesurupan. 

“SARINTEN!” – nama ini diteriakkan oleh jajaran sinden di sana, menunjuk ke arah seorang sinden yang sedari tadi bernyanyi dengan mistis. Sosok Sarinten – arwah sinden gaib legendaris – 

Ternyata malam itu hadir di sana, merasuki seorang sinden. Hadirnya Sarinten pun menutup pagelaran tari malam itu dengan kacau. Semua orang panik, karena mitos di pedalaman Trenggalek ini ternyata menjadi kenyataan. 

Bukan lagi rahasia, jika pagelaran tari dan nyanyian tradisional di Jawa (dan Indonesia) kerap dikaitkan dengan mistis. Maka tidak heran, jika acara seperti ini perlu dihadiri seorang “pawang”, yang bertugas sebagai divisi keamanan “dari ancaman gaib/supranatural”. 

Di malam itu, sang pawang masuk ke tengah kegaduhan dan histeria, untuk memeriksa keadaan. Arwah Sarinten masih merasuki sang sinden. 

Sambil melantunkan lagu yang membuat semua orang merinding, pandangan mata sinden ini langsung tertuju ke arah si pawang – arwah ini seakan paham, bahwa ada aliran energi khusus di diri si pawang. 

Si pawang, setelah ditatap tajam oleh Sarinten, paham betul bahwa ia harus membungkukkan diri, memberi salam hormat di hadapan arwah legendaris dari pedalaman Trenggalek satu ini. 

“Kulo aturaken pangapunten kaliyan panjenengan Nyai, menawi kulo wonten lepatipun” (Saya meminta maaf kepada Nyai, kalau saya ada kesalahan),” ucap si pawang. 

“Kon kabeh wis ngelanggar aturane kabudayan, kon kabeh uteke reget, gur mikir wong wedok kuwi barang kang iso dituku (Kalian semua sudah melanggar kebudayaan, otak kalian semua kotor, hanya menganggap wanita itu adalah barang yang bisa dibeli),” ucap sinden itu. 

Si pawang segera mundur selangkah, menyadari ada aura kemarahan dari arwah yang bukan sosok sembarangan ini. Si pawang segera menyuruh anak buahnya untuk menyiapkan berbagai macam sesaji – atau istilahnya “uba rampe” – sebagai upaya mengatasi kejadian ini. 

Uba rampe pun mulai memberi dampak. Beberapa penari dan penabuh gamelan yang dari tadi kesurupan, kini sudah bisa disembuhkan. Tinggal si sinden yang masih terduduk simpuh. Ia masih tersenyum dengan anggun. 

Si pawang pun akhirnya memulai semacam ritual untuk mengeluarkan Sarinten dari tubuh sinden tersebut. Sesuai kekhawatiran si pawang sejak awal, sosok Sarinten masih terlalu kuat untuk ia keluarkan dari tubuh sang sinden. 

Si pawang kembali mencoba berkomunikasi secara batin dengan arwah Sarinten.

Komunikasi batin ini cukup cepat menguak informasi baru bagi si pawang. Ia akhirnya mengetahui, jika Sarinten dulunya merupakan sinden yang sangat cantik. 

Bahkan Sarinten selalu menjadi bintang utama di setiap kali dirinya pentas. Si pawang pun mengetahui, bahwa arwah Sarinten berasal dari Banyuwangi. 

Sarinten mulai membeberkan kisah tragis yang mewarnai era hidupnya. Suatu masa, Sarinten dan seluruh grupnya mendapat pesanan pentas wayang di suatu daerah di pedalaman Trenggalek. Malam itu, pesta sangat meriah. Seperti biasa, ia menjadi bintang utama dalam pementasan itu. 

Ketika pementasan selesai, si dalang mengajaknya untuk menemui seseorang. Ternyata orang itu adalah tengkulak kaya raya, yang jatuh cinta saat menyaksikan penampilan Sarinten. Tanpa ragu, si tengkulak menyampaikan hasrat untuk memperistri Sarinten. 

Sarinten pun menolak mentah-mentah. Ia memohon untuk segera diantar pulang. Malangnya, si dalang sudah terlanjur menerima bayaran besar dari si tengkulak, untuk membiarkan Sarinten dibawa oleh si tengkulak itu. 

Sadar bahwa dirinya sudah diperjualbelikan, Sarinten berusaha memberontak. Selaku wanita, usahanya kalah tenaga melawan dua pria, si dalang dan si tengkulak. Singkat kisah, si tengkulak berhasil memperk*sa Sarinten dengan berbagai perlakuan kasar. 

Tak selesai sampai situ, giliran si dalang yang tak mau ketinggalan. Sarinten yang sudah semakin lemah – plus menderita luka mental dan batin – harus sudi tubuhnya digilir oleh dua pria. 

Lebih parah lagi, kemalangan Sarinten itu masih berlanjut. Setelah disetubuhi secara paksa dan kasar, Sarinten disekap selama beberapa hari oleh tengkulak itu. Ia terus diperk*sa layaknya seorang budak birahi, hingga akhirnya, Sarinten hamil. 

Namun, kondisi Sarinten terlalu lemah dan mengenaskan untuk berjuang mengandung anak. Berbagai penyiksaan tiada henti, akhirnya membuat janin itu gugur, bersama Sarinten yang juga harus merenggut nyawa. 

Sarinten tewas di pedalaman Trenggalek, mewarisi dendam kesumat dan rasa sakit yang abadi. Inilah penyebab arwah Sarinten tak henti-hentinya bergentayangan sebagai sosok sinden perempuan yang ingin menuntut balas kepada laki-laki hidung belang – 

mengutuk manusia yang menganggap wanita adalah barang yang bisa dibeli.


Arwah Sarinten pun selesai berkisah kepada si pawang. Lalu, dimulailah ritual pelepasan untuk membebaskan tubuh sang sinden muda dari teror sang “sinden gaib”. . 

Di luar dugaan, kondisi malah semakin mengerikan.

Arwah Sarinten malah tertawa dan menyeringai lebar, di hadapan si pawang yang masih sibuk ritual 

“Kon kiro kon sopo iso ngusir aku? (Kau kira kau itu siapa bisa mengusirku?),” teriak sinden itu. “Monggo, Nyi. Kulo aturaken kondur marang panggonan ipin Nyai (Mari, Nyi. Saya antarkan pulang ke rumah Nyai),” jawab si dukun. 

“Aku bakal jogo arek wedok iki, aku seneng lan ora bakal nyenengke kon lanang lanang-bangsat sak senenge dewe! (Aku akan menjaga anak gadis ini, aku menyukainya dan tidak akan membiarkan pria-pria bangsat bertindak sesuka mereka!),” Sarinten kini terlihat lebih marah. 

Pemandangan mengejutkan terjadi, saat sinden tersebut tiba-tiba berdiri tegak tanpa bantuan tangannya – padahal jarik yang ia pakai cukup ketat (sangat menyulitkan bagi manusia normal untuk langsung berdiri tegak dari posisi duduk simpuh). 

Si pawang masih terus menundukkan wajahnya di hadapan sang sinden. Semakin ia mengetahui siapa Sarinten, semakin ia merasa takut dan harus tunduk hormat kepada sosok “sinden gaib” ini – 

FYI, banyak dugaan bahwa antara si pawang ini dan Sarinten masih ada jalinan silsilah keluarga.

Dari balik panggung pagelaran, beberapa warga memberanikan diri mengintip. 

Meski bulu kuduk mereka tak henti berdiri, mereka menyempatkan sejenak untuk melawan rasa takut yang luar biasa. Mereka sangat ingin melihat secara langsung sosok urban legend yang sering disebut-sebut sebagai “SARINTEN” itu. 

Sinden berisi Nyi Sarinten itu lalu berjalan menuruni panggung, dan mendekati “uba rampe” yang tadi sudah si pawang siapkan. Kemudian ia memasukan tangannya kedalam wadah khusus berisi kembang tujuh rupa. Ia meraup beberapa bunga kantil, dan langsung memakannya. 

Dengan aneh, tiba-tiba ada angin berhembus kencang, entah dari mana. Sesaat kemudian, tubuh sang sinden langsung terkulai, ia jatuh pingsan. Si pawang pun sigap menangkap. Beberapa saat kemudian, sang sinden pun akhirnya sadar. I 

ia tidak tahu apa yang terjadi. Yang ia ingat hanya momen saat ia sedang bernyanyi, lalu tiba-tiba semua menjadi gelap.


Sang pawang kemudian melakukan serangkaian ritual khusus, guna memindahkan sosok “qorin” Nyi Sarinten ini ke dalam sebuah pusaka konde tua. 

Pusaka ini adalah peninggalan orang tua si pawang, yang dulunya juga merupakan seorang sinden. Cara ini pun berhasil, sosok Nyi Sarinten untuk sementara bisa “ditahan” di dalam segel berupa tusuk konde. 

Si pawang ini mewanti-wanti, agar praktek “prostitusi berkedok pentas sinden” seperti itu tak boleh lagi diselenggarakan, di manapun. Ia meyakini, arwah SARINTEN pasti akan hadir di sana, bagi siapapun yang mencoba melanggar ucapan si pawang. 

Si pawang menambahkan, bahwa arwah Sarinten tak akan pernah ragu untuk murka, kepada siapapun yang berani menganggap nilai sakral tradisi budaya sebagai media pemuas syahwat. 

Si pawang pun sangat yakin, bahwa amarah Sarinten bisa sangat membahayakan jika merasa terusik atau tersinggung – sebab Sarinten bukan sembarang arwah “sinden gaib”. 

Waktu berlalu, kisah berlanjut ke cucu si pawang, yang ternyata pada diri sang cucu mengalir deras minat dan bakat untuk menjadi seorang sinden. Sebut saja Ratih, karena ia tak mau mencantumkan nama aslinya. 

Sang kakek, yakni si pawang, sudah lebih dulu mengetahui bahwa pagelaran seni di desa tersebut masih dipenuhi orang-orang bejat. Akhirnya si pawang mewariskan konde pusaka itu pada cucunya; sebagai pusaka perlindungan diri – sebelum ia meninggal beberapa waktu kemudian. 

Aura “lain” selalu terpancar, setiap Ratih mengenakan konde ini. Sifat anggun dan kecantikannya terlihat berbeda di mata orang-orang “biasa”. Laku tubuh dan lantun suaranya pun seakan “dialiri sesuatu”. 

Penampilan Ratih sering kali menghipnotis siapapun yang menonton. Puncak kejanggalannya, Ratih juga jadi senang memakan bunga kantil mentah-mentah. Bagi Ratih, bunga itu rasanya manis. 

Pesona Ratih sebagai sinden yang punya “aura mistis” membuatnya mudah dikenali dari setiap pentas. Jiwanya yang sering “berganti” dengan sosok Nyi Sarinten, seringkali membuat orang takut, meski banyak juga yang takjub. 

Ratih dan Sarinten, disinyalir sudah “hidup bersama” selama bertahun-tahun.


Hingga suatu ketika, hadirlah seseorang yg (lagi-lagi) melihat Ratih sebagai wanita yg bisa “dibeli”. Si tengkulak ini bernegosiasi dengan sang dalang yg menaungi Ratih, untuk mendapatkan “jasa” Ratih. 

Si dalang sebenarnya takut untuk “menjual” Ratih. Si dalang ini tahu siapa kakek Ratih – beliau sangat terkenal di antara para dalang, dan dianggap sebagai pawang yang sangat sakti dan handal. 

Apa daya, karena himpitan ekonomi yang mengenaskan, gelontoran uang dari si tengkulak tak bisa ditolak sang dalang. 

Bertemulah Ratih dengan si orang kaya itu. Dalihnya, ia akan menjadi manajer Ratih. Ia akan mengurus karir Ratih, hingga melebarkan sayap ke kota untuk menjadi terkenal. Namun entah kenapa, Ratih seperti memiliki firasat buruk terhadap orang ini. 

Karena Ratih pun memendam impian ingin bisa terkenal di kota besar, Ratih pun akhirnya memberanikan diri untuk ikut dengan si orang kaya. Menjelang berangkat, Ratih sudah mengenakan full make-up dan busana sinden. 

Si orang kaya ini bilang, bahwa Ratih akan langsung mengikuti audisi sesampainya di sana. Tapi secara diam-diam, ada obat bius yang sudah si orang kaya larutkan pada minuman Ratih. 

Saat Ratih meminum air itu, seketika Ratih tertidur pulas. Si pria kaya pun semakin bergairah dalam melancarkan niat busuknya. Ia pun benar-benar memastikan kalau Ratih sudah terlelap karena efek bius. Setelah itu, barulah ia mengangkat tubuh Ratih untuk dibawa ke tempat tidur. 

Sesampainya di kamar, wajah culasnya ia dekatkan ke wajah Ratih. Betapa kagetnya dia,  saat tiba-tiba mata Ratih terbuka. Kedua matanya melotot dan terlihat sangat marah. Hanya dengan ayunan satu tangan, Ratih bisa melempar tubuh pria itu hingga membentur dinding. 

Dengan getaran mistisnya, Ratih berjalan, mendekatinya yang sudah tak berdaya. Ratih mencabut kondenya, dan mulai menusuk-nusukkan sisi runcingnya ke leher pria itu secara terus-menerus. Si orang kaya berteriak penuh kesakitan. 

Namun teriakannya segera memudar, tertikam tusuk konde yang mengoyak-ngoyak pita suaranya dari luar. Darah bercucuran, hingga leher si tengkulak nyaris putus. 

Karena sempat ada suara teriakan, maka tak lama dari kejadian tersebut jasad si pria bisa langsung ditemukan – dalam kondisi mengerikan. 

Anehnya, Ratih tak ditemukan ada di sana, padahal semua pintu dalam kondisi terkunci dari dalam (sebelum didobrak dari luar), dan semua jendela di sore itu terkunci rapat. 

Peristiwa ini langsung menjadi salah satu kasus kematian paling mengerikan dan misterius yang pernah terjadi di pedalaman Trenggalek. Kabar ini sampai ke telinga si dalang, yang sontak membuatnya benar-benar panik dan ketakutan. 

Si dalang yang tadinya tidak percaya bahwa tusuk konde milik Ratih punya isian yang sangat kuat, kini membuatnya percaya.

Beberapa sumber mengisahkan, bahwa saat itu Ratih tiba-tiba tersadarkan diri di suatu hutan pinggir sungai. 

Ratih ditemukan warga desa dalam keadaan lemas, linglung, dan rambut terurai. Kabar tersebut bilang, bahwa Ratih sendiri tidak yakin, sudah berapa lama ia tak sadarkan diri selama terdampar di sana. Ratih juga bercerita, bahwa tusuk kondenya sudah hilang entah ke mana. 

Singkat kisah, si dalang mendatangi sungai tersebut, untuk mencari tusuk konde milik Ratih yang hilang di sana.

Hingga kini, ada dugaan tusuk konde pusaka ini sudah melebur dengan tanah, batu, dan air di lingkungan sungai – 

karena kejadiannya sudah puluhan tahun silam. Sumber lain juga yang berpendapat, bahwa tusuk konde itu masih ada, dan kini disimpan oleh kalangan khusus. 

Ada juga sumber yang bilang, bahwa tusuk konde itu sudah lenyap secara fisik dan menjadi benda gaib, menemani Sarinten sang “sinden gaib” – untuk hadir suatu saat dan memilih siapa keturunan sinden berikutnya.

Postingan populer dari blog ini

Misteri Suara Tanpa Wujud

Malam itu pekat tak berbintang, hujan sejak sore sudah mulai sedikit reda, menyisakan gerimis halus ... membawa kesejukan. Namun, membuat sekujur tubuh merinding juga. Bagaimana tidak, aku hanya sendirian di rumah kala itu. Ayah dan ibu sedang ke luar kota menjenguk kakak yang habis lahiran. Kebetulan aku tak ikut, karena sering mabuk darat juga karena perjalanan ke rumah saudariku itu terbilang cukup memakan waktu lama. Bisa pegal pinggangku kelamaan duduk dalam mobil. Malam itu, lepas makan semangkuk indomie kaldu dicampur cabe lima biji plus perasan jeruk nipis sebelah, cukup membuat badan sedikit hangat. Makanan penggugah selera itu selalu menjadi makanan pengusir dingin kala malam tiba dengan segudang hawa dingin yang mencekam. Musim hujan selalu membawa berkah bagi Mpok Iin, penjual indomie langgananku di sudut jalan depan. Stok jualannya selalu laris olehku, pecinta mie kaldu. Setelah habis melahap semangkuk makanan andalan, segera bergegas ke ruang belakang rumah. Dapur maksudn...

Privacy Policy

  Narastudio built the app as a Free app. This SERVICE is provided by Narastudio at no cost and is intended for use as is. This page is used to inform visitors regarding our policies with the collection, use, and disclosure of Personal Information if anyone decided to use our Service. If you choose to use our Service, then you agree to the collection and use of information in relation to this policy. The Personal Information that we collect is used for providing and improving the Service. We will not use or share your information with anyone except as described in this Privacy Policy. Information Collection and Use For a better experience, while using our Service, I may require you to provide us with certain personally identifiable information. The information that I request will be retained on your device and is not collected by me in any way. The app does use third party services that may collect information used to identify you. Link to privacy policy of third party service prov...

Lexi Terkencing-kencing

Beberapa hari setelah mendengar melisa yang sudah tiada, kami pun mencoba mengikhlaskan dan cuman mengingat melisa sebagai bagian kenangan yang indah waktu sekolah. Tampaknya bekas trauma dan sedih tentang melisa ini membuat kami benar2 enggan buat membahas dan mengingat2 kejadian maupun kenangan bersama melisa. Bahkan beberapa cew famous yg pernah membully si melisa merasa bersalah dan menemui ane buat menyampaikan permohonan maaf ke melisa (dipikirnya ane dukun apa bisa ngirim salam ke arwah). Ane bahkan sempet candain mereka uda ane sampaikan nanti melisa langsung datang sendiri ngobrol langsung dengan mereka, yang diikuti rasa horor dan kepanikan dari wajah2 cew famous ini wakakakakka. "eh besok sabtu, kita bikin tenda sendiri aja", ajak lexi "emang lu ada tenda?", tanya ane "ada keknya, tapi lupa aku taruh dimana nanti aku cek dlu", jelas lexi. "gua ada, tenang aja nj*ng, tapi tenda ku ne gede banget", ujar mister "ah bagus kalau gede, ...

Teman Kelas Ane Meninggal Misterius (PART 4)

 Teman Kelas Ane Meninggal Misterius (PART 4) Sekitar jam 8an malam ane akhrinya sampai di rumah. Emak ane ternyata lagi nonton tivi barenga adik2 ane. Sembari melepas baju di dalam kamar ane, telpon rumah pun berdering. Kebetulan karena memang di renovasi rumah ane, dari ruang tamu jadi kamar ane, ne telpon diinapkan di kamar ane. Mungkin disengaja apa kagak, tapi memang ne telpon rata2 berbunyi nyariin ane. Setelah berganti pakaian seragam rumah ane, celana pendek dan singletan, ane pun mengangkat ne telpon. Ternyata si melissa yang nelpon. Dia menanyakan dari tadi sore nelpon ane masih belum balik darimana. Ane pun menjelaskan habis ngajak shopping si billy yang pengen berubah dari bujang band malaysia jadi bujang band punk rock skaters. Kami pun terbahak-bahak dan ane menceritakan ekspresi si Billy yg menghabiskan 2 juta rupiah cuman untuk 3 kaos, 1 celana panjang dan 1 celana pendek wakakkakaka. Padahal dia niatan juga mau beli tas dan sepatu buat ke sekolah seperti si lexi da...

Me #2 -DOPPELGANGER-

 Waktu saya masih sekolah sd dan toko bapak masih rame" nya, saya lebih sering belajar sendiri karena orang tua saya sibuk sama pembeli. Malam itu seperti biasa saya lagi ngerjain pr dari sekolah sendirian. Di toko ini ada rak untuk barang yang di taruh di tengah sekaligus jadi pembatas buat sedikit ruangan di belakang yang biasa dipake buat shalat sekaligus tempat tidur orang tuaku. Nah saya belajar di situ sambil menghadap lorong yang ada di belakang rumah. Ngerjain pr sambil tengkurap karena ga pake meja, cuma beralas bantal biar dada ga sakit. Lagi fokus" nya saya ngerjain pr (nunduk) sekilas saya lihat di depan saya bapak lewat di lorong dari arah warung nasi ke kamar saya di timur (posisi toko ada di tengah) pakai gamis putih yang biasa bapak pake kalo pergi shalat jum'at. Saya noleh sebentar "oh mungkin bapak mau shalat di sebelah" pikir saya. Gak lama sekitar 5 menit saya lihat lagi bayangan mama di lorong pergi ke kamar timur pake baju tidur warna ungu,...

Pengalaman Bertemu Hantu/Jin (Chapter Jogjakarta)

Selamat datang di Jogja, Kami (makhluk ghoib) bukan hanya gossip Sahabat-sahabat ane yg pernah ane sebutin di chapter Palembang, semua berdiskusi mengenai pilihan universitas sebagai pijakan lanjutan pendidikan yg lebih tinggi. rata-rata sahabat ane memilih melanjutkan ke Universitas yg ada di Sumsel pula. Sedang ane, sepakat dengan si babay untuk melanjutkan ke Jogjakarta di Universitas yg terkenal dengan jaket warna tanahnya itu. Untuk memuluskan persiapan kami supaya dapat lulus, si babay menyarankan untuk ambil lembaga kursus intensif untuk persiapan SPMB. Neu**n yg berada di nyutran menjadi pilihan kami berdua dan setelah melaporkan biaya ke emak ane. Alhamdulilah emak ane setuju dan ane pun terdaftar di kursus ini. Rupa2nya emak si babay daftarin dia bukan di kursus sini, malah di pesaingnya. ini pegimane cerite, yg nyaranin malah ke tempat laen wakakkakakkaa. dengan penuh rasa tidak enak dan kekecewaan dengan emaknya, si babay berulang kali meminta maaf ane gansis.  Ya sudah...

PEMBERANGKATAN TERAKHIR

“Aku yakin betul naik kereta malam itu, tapi orang-orang melihat aku jalan kaki di atas rel.” KERETA MALAM -PEMBERANGKATAN TERAKHIR- A THREAD Kisah ini terjadi pada 2006 silam, kala itu santer rumor beredar mengenai 'pemberangkatan terakhir ialah kereta gaib'. Sila tinggalkan jejak, RT, like atau tandai dulu judul utas di atas agar thread tidak hilang atau ketinggalan update. Maleman kita mulai.  Ini sepenggal kisah yang sampai sekarang membuatku parno naik kereta di jam malam. Peristiwa itu amat melekat diingatan bagaimana aku menempuh perjalanan tanpa sadar JKT-YK dalam waktu hampir 5 hari tapi rasanya waktu berhenti di satu malam pertama--  --Aku yakin betul kalau aku menaiki kereta malam itu, tapi orang-orang melihat aku berjalan kaki sepanjang rel yang entah muncul dari mana.  Senin malam, 2006. Aku hendak pulang ke Yogya karena mendapat kabar bapakku sakit. Kala itu aku masih kuliah di salah satu Universitas Negeri di pinggiran Ibu Kota.  Karena dapat kabar men...

”Aku bertarung melawan setan yang tertanam dalam susuk sendiri.”

 “Aku seorang penembang panggung dan aku memakai susuk. Keputusan mencabut susuk kukira hal yang mudah. Tapi sekarang, aku bertarung melawan setan yang tertanam dalam susuk sendiri.” Tengah malam, di satu rumah berbilik kayu, seorang wanita bernama Taya tersentak dari tidur lalu mengerang kesakitan. Urat-urat di wajahnya membiru menonjol keluar menegang. Napasnya tercekat, membuat suaranya berhenti di tenggorokan—  “Kak!! Kakak kenapa?!” Sani, adik Taya satu-satunya panik ketika mendapati kakaknya meringis kesakitan. Ada yang tak biasa dari wajah Taya—di sekujur pipi, dagu dan kening menonjol garis-garis keras serupa jarum-jarum halus.  Sani menyadari sesuatu, buru-buru dia membekap mulut sang kakak agar tak bersuara. “Ssssssttttt” isyarat Sani pelan sambil menangis tanpa suara  Taya mengatur napas, kedua tangannya menggenggam erat sprei dan matanya mendelik ke atas menahan sakit. “KRENGG!!” Suara lonceng terdengar mendekat.  “KREENGG!!” “KREEENGGG!” Lonceng ter...